Kebanyakan Gimik, Debat Cawapres Lupa 8 Isu Lingkungan Penting
Debat keempat Pilpres 2024 atau debat kedua Cawapres pada Minggu (21/1) malam, dinilai para pemerhati lingkungan lebih banyak menampilkan gimik.
Untuk diketahui, Debat Cawapres kali ini mengusung tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Berikut adalah 8 isu lingkungan yang dinantikan di Debat Cawapres namun luput dibahas, dirangkum detikINET dari berbagai sumber.
1. Perubahan Iklim
Perubahan iklim ekstrem menjadi musuh bersama warga dunia. Namun, isu ini hanya disinggung dalam kaitannya dengan dampak El Nino dan kebutuhan impor pangan.
Greenpeace Indonesia mengulas hal ini dengan merilis pernyataan yang diberi judul 'Debat Cawapres Luput Membahas Akar Masalah Krisis Iklim.'
Lembaga swadaya masyarakat pejuang isu-isu lingkungan ini menyesalkan tidak adanya komitmen yang komprehensif, jelas, dan terukur untuk mengatasi krisis iklim.
"Kita menyaksikan bahwa ekonomi ekstraktif masih menjadi watak dalam visi para pasangan Capres dan Cawapres. Cawapres 02 Gibran Rakabuming Raka menggaungkan ekonomi ekstraktif lewat isu nikel dan hilirisasi, sedangkan Cawapres 01 Muhaimin Iskandar dan Cawapres 03 Mahfud Md. juga tak tegas menyatakan komitmen mereka untuk keluar dari pola-pola yang sama," kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak.
Menurut Greenpeace, watak ekonomi ekstraktif pemerintah selama ini telah memicu banyak masalah, mulai dari ketimpangan penguasaan dan pemanfaatan tanah yang melahirkan pelbagai konflik agraria, merampas hak-hak masyarakat adat, masyarakat lokal, hingga masyarakat pesisir, merusak hutan dan lahan gambut, mencemari lingkungan, membuat Indonesia menjadi salah satu negara emiter besar karena ketergantungan pada industri batu bara, sekaligus memperparah krisis iklim.
2. Polusi Udara
Polusi udara menjadi isu yang sangat dinantikan dibahas. Hal ini terutama karena belakangan ini masyarakat yang terdampak langsung oleh udara yang kotor ramai membicarakannya. Sayangnya, masalah ini tak disentuh di Debat Cawapres.
Greenpeace dalam pernyataan mereka menyebut bahwa eksploitasi nikel secara ugal-ugalan telah mencemari laut dan udara.
"Rencana pembangunan 53 PLTU captive batu bara yang akan menambah beban daya sebesar 14,4 GW, yang sebagian besar di antaranya untuk smelter nikel, jelas akan meningkatkan emisi dan pencemaran udara," kata Greenpeace Indonesia.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) pun menyoroti masalah polusi udara, terutama wilayah Jakarta, bersumber dari energi fosil, yakni PLTU batubara dalam radius 100 km dari Jakarta, dan kendaraan bermotor.
"Transisi energi merupakan salah satu kunci mengatasi polusi udara di Jakarta. Namun, debat hanya berfokus pada produksi energi di hulu dan hanya semata-mata mengganti sumber energi serta mengabaikan keseluruhan rantai pasok energi secara holistik," kata WALHI dalam siaran pers mereka.
3. Sampah Plastik
Cawapres nomor urut 2 sempat mempertanyakan air mineral dalam kemasan plastik kepada Cawapres nomor urut 1, lalu membandingkan dengan pihaknya yang memilih air mineral dalam kemasan botol kaca.
Praktik menggunakan wadah yang bisa dipakai berulang kali seperti botol kaca untuk air minum memang merupakan salah satu solusi dan tindakan yang fokus pada pengurangan sampah dan plastik sekali pakai, namun dinilai tidak menyentuh substansi.
"Pernyataan ini hanya menjadi gimmick dan tak ada penjelasan lebih lanjut dari ketiga kandidat tentang program mereka untuk mengurangi plastik sekali pakai," kata Greenpeace.
Cawapres nomor urut 3 sempat menyinggung tentang daur ulang. Ini memang bagian dari ekonomi sirkular, tapi bukan prioritas dalam hierarki pengelolaan sampah.
"Saat ini, tingkat daur ulang di Indonesia hanya 10%. Daur ulang tanpa pengurangan produksi kemasan plastik di hulu tak akan menyelesaikan persoalan polusi plastik," jelas Greenpeace.
4. Air Bersih
WALHI menyoroti tidak adanya pembahasan tentang pencemaran air dan ketersediaan air bersih buat warga. Jakarta, dengan 13 sungai dan 117 waduk / embung / danau, seharusnya bisa mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat.
"Nyatanya, pemanfaatan sumber air permukaan masih kurang dari 10%. Situasi tersebut diperburuk oleh kondisi sumber air permukaan yang tercemar berat hingga sedang akibat aktivitas industri dan pengelolaan limbah yang tidak berwawasan lingkungan," kata WALHI.
Alih-alih memulihkan dan memanfaatkan sumber air yang ada, pemerintah justru mengembangkan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) baru yang sarat monopoli dan jauh dari prinsip-prinsip pemenuhan hak asasi manusia.
Selanjutnya: Banjir dan Penurunan Tanah hingga Transisi Energi >>>
5. Banjir dan Penurunan Tanah
Sejumlah wilayah di Indonesia, terutama Jakarta, masuk dalam daftar kota dan kabupaten yang diprediksi paling cepat tenggelam. Banjir dan penurunan tanah tidak dibahas secara gamblang dalam Debat Cawapres meski Cawapres nomor urut 2 sempat menyebut proyek Giant Sea Wall.
Paslon nomor urut 2 memang menggadang-gadang megaproyek tanggul raksasa ini sebagai solusi mengatasi fenomena naiknya permukaan air laut hingga hilangnya sejumlah pulau di Indonesia, namun di Debat Cawapres tidak membahas dampaknya pada kerusakan ekologi di wilayah pesisir.
Sementara itu, WALHI menyinggung penurunan permukaan tanah berkaitan erat dengan isu akses air bersih. Tingginya penyedotan air tanah menjadi penyebab utama penurunan permukaan tanah di Jakarta.
"Buruknya pengelolaan air di Jakarta telah meningkatkan ancaman bencana yang akan menimbulkan krisis multidimensi di Jakarta, termasuk mengorbankan kelompok-kelompok yang paling rentan," kata WALHI.
6. Masyarakat dan Wilayah Adat
Greenpeace menilai janji ketiga Cawapres melindungi masyarakat adat dan wilayah adat, termasuk dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat hanyalah retorika.
"Janji semacam ini selalu disampaikan dari Pemilu ke Pemilu, tetapi keengganan politik dari Presiden terpilih dan partai politik pendukungnya selama ini menggambarkan bahwa mengakui dan melindungi masyarakat adat tak lebih dari sekadar retorika. Tanpa mencabut Undang-Undang Cipta Kerja dan menghentikan proyek strategis nasional yang merampas wilayah masyarakat adat, janji itu cuma akan jadi omong kosong saja," kritik Greenpeace Indonesia.
Debat Cawapres juga tidak menyinggung masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan tenggelam karena kenaikan muka air laut. Ketua Kelompok Kerja Politik Greenpeace Indonesia, Khalisah Khalid, menyebut bahwa perspektif para kandidat dalam isu lingkungan hidup dan sumber daya alam masih bias darat.
"Memang ada yang menyinggung tentang masyarakat pesisir dan nelayan, tapi mereka tidak menjabarkan bagaimana agenda mitigasi dan adaptasi iklim bersama warga yang tinggal di pesisir dan pulau-pulau kecil yang makin terjepit dampak krisis iklim. Fakta lainnya, keanekaragaman hayati laut Indonesia juga terancam dengan praktik ekonomi ekstraktif dan tekanan pembangunan berbasis darat. Padahal Indonesia telah berkomitmen untuk melindungi 30% kawasan dan keanekaragaman hayati laut kita pada 2030," ujarnya.
7. Deforestasi
Ruang hidup masyarakat adat terus tergerus akibat pembukaan lahan dan deforestasi. Pernyataan Cawapres nomor urut 1 tentang reforestasi untuk mengatasi deforestasi dinilai Greenpeace tak menjawab persoalan.
"Kerusakan hutan akibat deforestasi, termasuk seperti yang terjadi di food estate Gunung Mas Kalimantan Tengah, tak bisa serta-merta dibereskan dengan melakukan penanaman kembali. Pemulihan hutan yang rusak dengan cara reforestasi memang harus dilakukan. Namun, yang paling krusial sebenarnya adalah menghentikan deforestasi," tegas Greenpeace.
8. Transisi Energi Terbarukan
Pada isu energi baru terbarukan (EBT), tiga cawapres tidak menyinggung secara detail rencana percepatan transisi ke energi terbarukan dan mengakhiri penggunaan energi batu bara.
"Padahal, transisi energi sangat krusial untuk memangkas emisi karbon dan menekan kenaikan suhu Bumi. Demokratisasi energi yang seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari proses transisi energi juga luput dari pembahasan," tulis Greenpeace Indonesia.
Alih-alih membahas hal tersebut, Debat Cawapres malah mengumbar solusi palsu transisi energi, antara lain rencana melanjutkan bioenergi, seperti biodiesel yang disampaikan Cawapres nomor urut 2.
Greenpeace menyebut pemenuhan biodiesel berpotensi memicu ekspansi industri sawit melalui deforestasi yang mengancam hutan dan lanskap gambut alami yang tersisa.
"Indonesia sudah harus segera beralih dari ekonomi ekstraktif menuju ekonomi hijau yang bebas dari solusi-solusi palsu," tegas Greenpeace.
(rns/fay)