• Home
  • Berita
  • Konsolidasi Unit Bisnis Jadi Kunci Sukses Fixed Mobile Convergence

Konsolidasi Unit Bisnis Jadi Kunci Sukses Fixed Mobile Convergence

Redaksi
Feb 27, 2023
Konsolidasi Unit Bisnis Jadi Kunci Sukses Fixed Mobile Convergence

Persaingan operator seluler akan layanan fixed mobile convergence (FMC) mulai sengit di 2023 ini. Pakar telekomunikasi mengungkapkan resep ampuh agar FMC dapat berjalan sukses.

FMC yang merupakan integrasi layanan seluler dan fixed broadband itu jadi cara operator seluler mengarungi bisnis di masa mendatang. Untuk memulai FMC ini bisa dilakukan dengan konsolidasi entitas bisnis dalam satu unit usaha.

Secara makro ekonomi, jika FMC bisa diwujudkan akan menjadi pertumbuhan ekonomi baru tidak hanya bagi operator tetapi juga masyarakat. Selain itu juga, akan ada peluang-peluang baru nantinya tercipta berkat kehadiran FMC.

"FMC itu kan integrasi mulai dari entitas bisnis, jaringan, service, hingga masuk ke pasar. Di Indonesia saya lihat mulai dari entitas bisnis dulu dimana XL sudah kuasai saham LinkNet, Telkomsel dan Telkom (IndiHome) tengah dalam diskusi juga (konsolidasi). Ini bisa lebih cepat dilakukan karena kalau bicara teknis seperti jaringan, service, dan lainnya itu akan lebih rumit," ulas Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi dalam keterangannya, Senin (27/2/2023).

Menurutnya, jika operator serius menuju FMC yang ideal di mana akan terjadi one network, one service, one bill yang diakses ke pelanggan, maka potensi besar bisa dinikmati operator seluler.

"Saat COVID-19 memperlihatkan pelanggan itu butuh bandwidth yang besar dan stabil. Sekarang sudah new normal, tetapi kebutuhan akses internet berkualitas itu masih besar. Jika FMC dijalankan bayangkan kombinasi antara 5G dengan Fixed Broadband bisa dinikmati seamless oleh masyarakat, ini akan membuat operator punya mainan baru di pasar," ulasnya.

Sementara itu, Analis BRI Danareksa Niko Margaronis mengakui integrasi entitas bisnis akan bisa mendorong pendapatan baru bagi perusahaan yang melakukannya. Diungkapkannya, di Indonesia ada 45 juta rumah tangga yang punya TV dan itu jadi peluang besar. Sementara pasar untuk operator telekomunikasi ada 20 juta rumah tangga, yang mana 10 juta di antaranya sudah berlangganan fixed broadband seperti LinkNet, First Media, Indihome, MyRepublic.

Menurutnya, dalam 15-20 tahun sepanjang operator halo-halo di Indonesia masuk ke layanan 2G, 3G, 4G (seluler), ternyata profitabilitasnya masih lemah, kecuali Telkom (Telkomsel). Artinya, operator perlu 'breaktrough' untuk meningkatkan layanan dan profitabilitasnya.

Lebih lanjut, kata Niko, salah satu strategi mengatai persoalan tersebut dengan menggabungkan layanan seluler dan fixed broadband.

"Selama layanan 2G, 3G, 4G operator investasi terus tapi Average Revenue Per User (ARPU) gitu-gitu aja, untuk Telkom dan Telkomsel mungkin Rp 40.000-Rp 45.000 tapi yang lain effort-nya beda," imbuh Niko.

Dalam pandangannya, jika IndiHome akan di spin-off keluar dari Telkom, digabungkan dengan Telkomsel, akan menjadi aksi korporasi besar yang challenging tapi itu adalah masa depan.

"Sebab, apa lagi yang Telkom bisa lakukan? Mereka banyak service. Jika Telkomsel-Indihome bisa digabungkan, akan menuju digitalisasi service dan consumer oriented. Telkom akan jadi holding company lama-lama, integrasi ini akan jadi co-center untuk unlock value, dan mendorong lagi revenue. Menurut saya langkah ke depan Telkom fokus ke konsumer mobile dan fixed mau nggak mau harus gabung. Karena kalau enggak dilakukan Telkom ya operator lain akan lakukan," ulas Niko. Sedangkan, praktisi Digital Guntur S Siboro mengatakan, keuntungan Telkom mengintegrasikan Telkomsel dan IndiHome adalah network integration.

"Jadi jaringan keduanya akan dikelola satu perusahaan. Memang secara teknis, integrasi ini tidak mudah karena baik jaringan Telkomsel dan IndiHome sama-sama sudah mature," tutupnya.

back to top