Game Bisa Jadi Media Promosi Budaya, Tapi...
Dalam era digital saat ini, game telah berkembang menjadi salah satu bentuk hiburan yang paling populer di seluruh dunia. Namun, selain sebagai sarana hiburan, game juga memiliki potensi besar sebagai media promosi budaya.
"Mempromosikan budaya itu tidak harus lewat sesuatu yang membosankan. Kita bisa memasukkan dalam game," kata Shafiq Husein, Founder dan CEO Gambir Studio saat berbincang secara online.
Hanya saja ada tantangan besar saat memasukkan unsur budaya dalam sebuah game. Karena setiap wilayah punya budaya berbeda sehingga terkadang gamer tidak sesuai dengan budaya lain.
Alih-alih mempromosikan budaya, malah gamer tidak peduli sama sekali. Jadi perlu jurus jitu untuk tetap masukkan unsur budaya namun dapat mencuri perhatian pemain.
"Kita harus memasukkannya secara halus sehingga mereka akan mencari tahu sendiri," ujar Shafiq.
Shafiq Husein, Founder dan CEO Gambir Studio Foto: Dok Pribadi |
Dia mencontohkan saat Gambir Studio membikin Knight Vs Giant untuk konsol. Game ini menampilkan perjuangan raja Arthur Raja Arthur yang harus membangun kembali kerajaannya, Camelot, usai dihancurkan raksasa misterius,
Shafiq dan tim memasukkan sejumlah usur budaya Indonesia di dalamya. Padahal Raja Arthur merupakan kisah legendaris dari Inggris.
"Kami pakai gamelan, lalu monsternya pakai referensi Buto Ijo. Terus beberapa kostum pakai baju-baju daerah Indonesia," ungkap pria yang baru saja terpilih sebagai Presiden Asosiasi Game Indonesia ini.
"Kalau kita bungkus dengan menarik sebenarnya orang tetap bisa menikmati kendati mereka tidak relate,"
"Namun sangat penting memasukkan unsur budaya dalam game. Karena sudahtugas kita sebagai warga negara untuk memperkenalkan itu," tandas Shafiq.
Menparekraf Sebut 99% Industri Game RI Masih Dikuasai Luar Negeri
Menparekraf Sebut 99% Industri Game RI Masih Dikuasai Luar Negeri
(afr/agt)