• Home
  • Berita
  • Poros Bumi Bergeser, Ilmuwan Ungkap Penyebabnya

Poros Bumi Bergeser, Ilmuwan Ungkap Penyebabnya

Redaksi
Nov 23, 2023
Poros Bumi Bergeser, Ilmuwan Ungkap Penyebabnya
Jakarta -

Poros Bumi sedang bergerak. Menurut penelitian baru-baru ini, Kutub Utara dan Selatan bergeser hampir 80cm antara tahun 1993 hingga 2010. Salah satu alasannya, menurut para peneliti, mungkin karena irigasi.

Pergeseran kutub siklus adalah fenomena yang terkenal. Namun kutub juga bisa bergeser karena mencairnya gletser dan lapisan es, yang memindahkan air dari daratan ke laut. Penelitian terbaru menyebutkan, penipisan air tanah akibat irigasi juga bisa menimbulkan dampak yang sama.

Penggunaan air tanah yang berlebihan oleh manusia tidak hanya mengkhawatirkan daerah-daerah yang mungkin akan segera kehabisan bahan-bahan yang menjadi sumber kebutuhan mereka, namun juga berdampak pada seluruh planet.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Studi tersebut memberikan gambaran massa benda yang kita miringkan. Seperti benda apa pun yang berputar, rotasi Bumi bergantung pada distribusi massanya.

Jika massa berpindah ke pusat, maka perputaran benda akan bertambah cepat. Ketika massa bergerak ke pinggiran, gerakan benda akan melambat untuk mempertahankan momentum sudut. Demikian pula, jika massa dipindahkan ke satu sisi saja, kemiringannya akan berubah sebagai kompensasi.

Dikutip dari IFL Science, perubahan semacam ini memang tidak terlihat. Namun tidak demikian halnya dengan pergerakan triliunan ton air.

Pada tahun 2021, para ilmuwan mengaitkan perubahan kemiringan Bumi dengan mencairnya lapisan es di kutub. Bukti yang ada kini menunjukkan bahwa ada faktor yang lebih halus yang juga berperan: ekstraksi air tanah.

Kedua studi tersebut mengandalkan data dari Gravity Recovery and Climate Experiment (GRACE), sebuah misi kolaborasi AS dan Jerman yang melacak gravitasi titik-titik di planet ini saat melewatinya. GRACE telah beroperasi sejak tahun 2002, namun data sebelumnya telah digunakan untuk membuat gambaran putaran planet sejak tahun 1980an.

"Sepanjang waktu yang kami pantau, kutub-kutub Bumi telah bergerak relatif terhadap benua-benua di atasnya, namun laju tersebut berubah arah dan meningkat secara dramatis pada pertengahan tahun 1990-an," kata salah satu penulis Ki-Weon Seo dari National University.

Hal ini, kata para peneliti, disebabkan oleh mencairnya es di kutub dalam jumlah besar dan naiknya permukaan air laut, sehingga menyebabkan redistribusi ke wilayah khatulistiwa.

Hal serupa, namun lebih rumit, terjadi ketika air tanah diambil. Meskipun air pada awalnya sebagian besar digunakan untuk pertanian atau industri lokal, setelah muncul ke permukaan sebagian besar air tersebut menguap atau mengalir ke sungai, dan biasanya berakhir di lautan.

Perhitungan sebelumnya menunjukkan bahwa pembuangan air tanah ini seharusnya menambah 6 milimeter permukaan laut antara tahun 1993 dan 2010. Namun, jumlah tersebut hanya sekitar 10% dari kenaikan yang diamati selama periode tersebut.

Mencairnya es dan pemuaian suhu merupakan faktor yang lebih besar, sehingga sulit untuk menentukan apakah masing-masing kontribusi tersebut benar.

Di sinilah GRACE berguna. Tambahan air laut menggeser kutub, namun pergeserannya berbeda-beda tergantung dari mana asalnya.

"Kutub rotasi Bumi sebenarnya banyak berubah. Studi kami menunjukkan bahwa di antara penyebab terkait iklim, redistribusi air tanah sebenarnya memiliki dampak terbesar terhadap pergeseran kutub rotasi," kata Ki-Weon Seo.

Seo dan rekan penulisnya memodelkan bagaimana kutub akan bergerak relatif terhadap benua hanya berdasarkan pencairan es. Seperti yang diperkirakan, hal ini tidak sesuai dengan pengamatan, sehingga mereka menambahkan berbagai skenario untuk pengambilan air tanah.

Ketika mereka menggunakan perkiraan sebelumnya sebesar 2.150 gigaton, model tersebut sangat sesuai dengan kenyataan. Tanpa efek ini, kutub Bumi akan mengarah 78,5cm ke barat dari tempatnya berada, dengan laju pergerakan 4,4cm per tahun, serupa dengan laju pergerakan benua. Kutub tersebut bergerak menuju Islandia, bukan ke pusat Greenland seperti yang terjadi sebaliknya.

Ekstraksi air tanah lebih sulit untuk dimodelkan dibandingkan pencairan es, salah satu penyebabnya adalah penyebarannya yang sangat luas.

Namun, sebagian besar air yang dipompa selama periode ini berada di dua wilayah yang mengalami kelangkaan besar yakni Amerika Serikat bagian barat dan India Utara yang berada pada garis lintang yang sama.

Hal yang mengkhawatirkan dari temuan ini adalah bahwa studi tersebut memvalidasi apa yang selama ini dicurigai mengenai tingkat penggunaan salah satu sumber daya paling vital yang kita miliki. Kontribusi air tanah terhadap tenggelamnya dataran rendah juga merupakan masalah yang lebih mendesak.



Simak Video "Korban Tewas Akibat Gempa Nepal Tambah Jadi 158 Orang"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/rns)
back to top