Pakar Jelaskan Alasan Jabodetabek Diguyur Hujan Deras Minggu 27 Agustus

Hujan lebat yang mengguyur sebagian Jabodetabek pada Minggu (27/8), mengakhiri hari-hari tanpa hujan di wilayah ini. Simak penjelasan ahli soal penyebabnya.
Berdasarkan catatan hujan harian Jabodetabek BMKG per Minggu (27/8), beberapa stasiun menampilkan angka curah hujan, di antaranya ARG Tomang (Jakarta Barat) 6,2 mm, Pompa Cideng (Jakbar) 3 mm, Katulampa (Jawa Barat) 3 mm, Perumnas Cengkareng 2 mm, dan Parung 1,2 mm.
Di luar angka-angka itu, menurut pantauan CNNIndonesia.com, hujan yang jauh lebih deras turun di Kota Bogor dan sebagian Kabupaten Bogor di waktu yang sama.
Kondisi ini sesuai prediksi BMKG sebelumnya, bahwa Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, jadi bagian wilayah yang "berpotensi hujan lebat disertai petir atau kilat juga angin kencang."
Sementara, berdasarkan peta Hari Tanpa Hujan Berturut-turut BMKG, Pulau Jawa, yang sudah dilanda kemarau, masuk kategori daerah tanpa hujan kategori Sangat Panjang (31-60 hari) dan Ekstrem Panjang (lebih dari 60).
Bukan Hujan Buatan
Pemerintah sebelumnya sudah dan berencana menggelar lagi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk menurunkan hujan demi memangkas polusi udara.
Namun, berdasarkan keterangan para abdi negara, kemarin bukan salah satu jadwal TMC.
"Nanti kita lihat lagi tanggal 28 Agustus, lalu tanggal 2 atau 4 September," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya soal jadwal TMC, dikutip dari Antara, Senin (21/8).
Selain itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama TNI AU dan BMKG juga mengungkap sudah melakukan TMC pada Sabtu (19/8).
Saat itu, satu sorti penerbangan penyemaian awan dilakukan selama 2 jam penebangan (14.15-16.00 WIB) dengan menaburkan 800 kg garam semai di atas ketinggian 9.000-10.000 kaki.
Erma Yulihastin, peneliti klimatologi di BRIN, mengungkap hujan ini natural dan terjadi akibat faktor lokal, bukan global.
"Mengapa hujan bisa terjadi di Jabodebek dan Jabar hari ini padahal minim awan?" kicau dia, di akun Twitter-nya.
"Cuaca yg memicu hujan di wilayah Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh faktor pada skala meso (faktor atmosfer dalam radius 20 km) sehingga meskipun skala global sedang El Nino dan IOD positif, hujan masih dapat terjadi," tuturnya.
Menurut BMKG, beberapa fenomena iklim yang 'mengeringkan' hujan memang sudah muncul. El Nino masuk kategori moderat (Southern Oscillation index -10.6; Indeks NINO 3.4 +1.17).
Selain itu, fenomena sejenis di Samudera Hindia, Indian Ocean Dipole (IOD) sudah muncul meski tak signifikan (Dipole Mode Index +0.79).
[Gambas:Twitter]
Squall Line
Menurut Erma, berdasarkan pantauan radar hujan pada Minggu (27/8) pukul 07.00 WIB ada dua sistem hujan. Pertama, hujan di darat Sumatra bagian tengah berbentuk squall-line menandakan hujan badai.
Kedua, hujan di laut yang terbentuk dalam garis memanjang dari laut di dekat pesisir timur Sumatra Selatan hingga Kepulauan Seribu. Fenomena ini terus mengalami replikasi sel hingga menuju Teluk Jakarta dan mendarat di darat.
"Saat sampai di darat, hujan dari laut ini bergabung dg sel hujan di darat yg terbentuk karena konveksi termal biasa sehingga hujan pun meluas di darat," ucap dia.
Salah satu bentuk hujan skala meso, katanya, adalah badai dengan pola squall line yang sering terjadi di Sumatra.
Lihat Juga :
Mengenal Squall Line, 'Jalan Tol Hujan' yang Bikin Awet Badai
"Squall-line Sumatra dapat terus menjalar menuju 3 jalur: Selat Malaka-Malaysia, Selat Karimata-Kalimantan, dan Selat Sunda-Jawa."
"Jadi jika angin dan lingkungan udara lembap di Laut Jawa mendukung, squall line dapat melanjutkan perjalanan menuju pulau-pulau lainnya, termasuk Jawa," imbuh dia.
Menurut Lembaga Atmosfer dan Kelautan Nasional AS (NOAA), squall line merupakan salah satu tipe badai yang bentuknya memanjang.
"Terkadang badai petir akan terbentuk dalam garis yang dapat memanjang ke samping hingga ratusan mil. 'Garis badai' ini dapat bertahan selama berjam-jam dan menghasilkan angin dan hujan es yang merusak," demikian pernyataan lembaga itu.
*) Artikel ini telah tayang sebelumnya di CNN Indonesia 'Alasan Jabodetabek Hujan Lebat di Tengah Kemarau Kering'.
Simak Video "Fenomena Hujan Meteor Perseid di Langit Balkan"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/rns)