Mengenal Cara Kerja AI yang Bikin Manusia Ketar-ketir Takut Tergantikan

Perbincangan mengenai Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang makin canggih seringkali disertai narasi apakah ia ancaman untuk umat manusia? Kecanggihan AI kerap menghadirkan fantasi mengerikan bahwa suatu saat kecerdasan buatan ini akan menggantikan manusia sepenuhnya.
Peneliti di Pusat Riset Kecerdasan Artifisial dan Keamanan Cyber dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Hilman Pardede menjelaskan, semua ahli sepakat bahwa AI adalah sistem yang mampu menunjukkan semacam level kecerdasan. Kemudian level kecerdasan ini diinterpretasikan dalam bentuk kemampuan melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan manusia dan memerlukan kecerdasan manusia.
"Sebenarnya dari segi pendekatan AI itu banyak, karena AI sejarahnya sudah cukup panjang dari tahun 1950-an. Namun secara simpel kita bisa bagi dua, yaitu strong AI dan weak AI," kata Hilman berbicara saat live streaming Eureka! 'Bersekutu dengan AI', Senin (29/5/2023) malam.
Strong AI, ujarnya, boleh dibilang adalah cita-cita para peneliti sejak dulu, yakni bisa membuat sistem komputer yang memang secara natural seolah punya kesadaran bisa berpikir dan bertindak rasional. "Itu impian para peneliti. Tetapi dalam sejarah perkembangannya, AI masih jauh dari sana," ujarnya.
Menurutnya, begitu banyak hal yang kita tidak pahami dari kecerdasan manusia. Hal simpel seperti kita mudah mengenali orang jika kita bercakap-cakap saja misalnya, kita tidak tahu bagaimana caranya. Hal semacam itu secara natural dilakukan begitu saja oleh otak hebat manusia.
"Strong AI sulit ditiru karena kita pada prinsipnya tidak punya pengetahuan yang lengkap terkait sebenarnya kecerdasan manusia itu seperti apa. Karenanya strong AI ini walaupun bisa dibilang mimpi para peneliti di bidang AI, pada akhirnya perkembangan AI lebih banyak ke arah yang weak AI," jelasnya.
Ia menjabarkan, weak AI pada prinsipnya para ahli mengakui bahwa kita mungkin tidak bisa mengembangkan satu sistem yang persis sama seperti manusia, namun bisa mengembangkan satu sistem yang bisa melakukan minimal satu tugas yang dilakukan manusia.
"Jadi kita desain sistem AI yang bisa melakukan persis satu tugas saja. Misalnya sistem yang bisa melakukan pengenalan wajah, sistem yang bisa melakukan chatbot yang berbicara dalam bahasa natural. Itu yang saat ini banyak dilakukan. Jadi lebih ke arah weak AI, customized specialized untuk melaksanakan satu tugas tertentu," jelasnya.
Cara Kerja AI
Disebutkan Hilman, ada banyak cara dan pendekatan melakukan kustomisasi sistem AI. Namun yang paling populer dan terbilang paling efektif adalah sistem berbasis deep learning (pembelajaran mendalam) dan machine learning (pembelajaran mesin).
"Jadi deep learning itu sebenarnya varian dari machine learning yang prinsipnya adalah bagaimana kita melakukan suatu tugas adalah berdasarkan pengalaman kita terhadap observasi," kata Hilman.
Ia memberikan contoh, untuk mengembangkan sistem AI yang mengenali sebuah objek adalah dengan mengumpulkan gambar objek sebanyak-banyaknya dan memperkenalkannya pada sistem tentang objek apa saja yang dilihatnya.
"Misalnya kita kumpulkan banyak gambar meja, komputer, papan tulis, lalu kita semacam kasih anotasi kita kasih tahu ini gambar meja dan sebagainya. Lalu antara data kita ini dengan label yang kita anotasi, dimodelkan dengan sebuah algoritma deep learning, lalu kita latih AI mengenali benda-benda tersebut," terangnya.
Pendekatan ini menurutnya terbukti sangat efektif sehingga populer dalam pengembangan AI saat ini. AI berbasis deep learning akan mempelajari sejumlah data besar yang mampu dia modelkan, hingga akhirnya AI bisa tahu data tersebut tentang apa.
"Walaupun sebenarnya deep learning hanya sebagian kecil dari metodologi cara kerja AI, tapi sangat dominan saat ini terutama ketika mengembangkan sistem yang berbasis citra, teks, bahasa, dan audio. Umumnya yang pertama kita harus punya data, dan AI belajar dari data itu berdasarkan observasi, kemudian dia mengembangkan, mencari polanya untuk menggunakan itu sebagai dasar dalam pengambilan keputusan atau referensinya kira-kira begitu," jelas Hilman.
Simak Video "Bersekutu dengan AI"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/fay)