• Home
  • Berita
  • Mengenal Bakteri Pemakan Daging, Infeksi Mematikan di Jepang

Mengenal Bakteri Pemakan Daging, Infeksi Mematikan di Jepang

Redaksi
Jun 25, 2024
Mengenal Bakteri Pemakan Daging, Infeksi Mematikan di Jepang
Jakarta -

Penyakit baru mewabah di Jepang. Kasus sindrom syok toksik streptokokus (STSS) yang disebabkan Streptococcus Grup A, bakteri radang tenggorokan yang juga dikaitkan dengan kondisi 'pemakan daging' necrotizing fasciitis, meroket di negeri itu.

Kementerian Kesehatan Jepang telah melaporkan 977 kasus sindrom STT hingga 2 Juni, melampau rekor 2023 941 infeksi. Sebanyak 77 orang juga dilaporkan meninggal dari Januari hingga Maret.

Mengapa Disebut Bakteri Pemakan Daging

Mengutip Columbiadoctors.org, Necrotizing fasciitis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Infeksi penyakit ini disebut 'pemakan daging' karena dampaknya dapat menghancurkan kulit, lemak, dan jaringan yang menutupi otot dalam waktu sangat singkat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Necrotizing fasciitis sangat jarang terjadi namun serius. Banyak orang yang terkena necrotizing fasciitis berada dalam kondisi sehat sebelum terkena infeksi.

Apa itu STSS?

STSS adalah komplikasi parah dari Streptococcus Grup A (GAS), khususnya varian Streptococcus Pyogenes, yang merupakan bakteri yang sama yang menyebabkan radang tenggorokan. Ini adalah kondisi yang berpotensi mematikan dengan angka kematian yang bisa melebihi 30%.

ADVERTISEMENT

Kondisi ini jarang namun serius, terjadi ketika bakteri mencapai aliran darah dan menyebabkan respons inflamasi sistemik dan syok toksik. Gejala yang mengancam jiwa berikutnya termasuk tekanan darah rendah, kegagalan organ, dan kehilangan kesadaran.

Menyebarnya Penyakit 'Pemakan Daging'

Dikutip dari The Independent, infeksi GAS di Jepang juga dilaporkan terkait dengan komplikasi serius necrotizing fasciitis atau penyakit 'pemakan daging'.

Fasciitis nekrotikans menyebar di dalam fasia (lapisan kulit bagian bawah) dan menyebabkan nekrosis, yang secara harfiah berarti kematian jaringan.

Ini adalah kondisi parah yang mengancam jiwa yang memerlukan pembedahan darurat dan dapat mengakibatkan kematian. Namun, infeksi GAS tidak selalu menimbulkan dampak ekstrem seperti itu.

Penyakit ini umumnya ditularkan pada anak-anak usia sekolah, serta dapat menimbulkan pembengkakan, nyeri, dan ruam, serta radang tenggorokan.

"GAS dapat dengan mudah ditularkan dari orang ke orang melalui kontak dekat, dan dapat menyebar tanpa gejala di tenggorokan, namun juga dapat menyebabkan gejala radang tenggorokan klasik seperti radang tenggorokan dan amandel vagina," kata Profesor Penyakit Menular dan Pengobatan Pencegahan di University of Vanderbilt William Schaffner, mengutip Healthline.

Tembus 2.500 Kasus

Jepang sendiri mengalami lonjakan STSS dalam dua tahun terakhir, baik dari segi jumlah kasus maupun kematian. Pada bulan Maret tahun ini, Institut Penyakit Menular Nasional Jepang mengeluarkan penilaian risiko STSS dan mencatat adanya peningkatan jumlah kasus di negara tersebut.

Mengingat jumlah infeksi terkini, jelas bahwa tren yang diidentifikasi dalam penilaian tersebut masih terus berlanjut. Bahkan prediksi para ilmuwan mengatakan kasus tahun ini bisa menembus 2.500.

"Dengan tingkat infeksi saat ini, jumlah kasus di Jepang dapat mencapai 2.500 pada tahun ini, dengan tingkat kematian sebesar 30%," kata seorang Profesor penyakit menular di Universitas Kedokteran Wanita Tokyo, Ken Kikuchi, dikutip dari The Japan Times.

Perlu diketahui sebagian besar kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Di 2023, angka kematian setahun mencapai 97 kasus.

Penyebab Penyakit

Para ahli mengatakan saat ini masih belum jelas apa yang mendorong lonjakan infeksi GAS di Jepang selama dua tahun terakhir. Namun ada yang mengemukakan satu teori, yakni berbagai jenis infeksi telah meningkat di era pascapandemi.

"Kami memerlukan lebih banyak informasi untuk menyelesaikan masalah ini," kata Schaffner lagi.

Selama pandemi, ketika individu melakukan karantina di rumah, menghindari pertemuan sosial, dan melarang anak-anak bersekolah, terjadi penurunan infeksi saluran pernapasan secara global. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) juga melaporkan penurunan 25% jumlah infeksi GAS pada waktu yang sama.

Bertahun-tahun sejak pembatasan dan karantina di era pandemi dilonggarkan, infeksi lain, termasuk penyakit strep, semakin meningkat. Jadi bukan hal aneh jika ada peningkatan kasus.

"Sekarang kita semua mulai kambuh lagi, tidak mengherankan jika penyakit-penyakit ini juga kambuh lagi. Dengan strep grup A, ia kembali normal dan kemudian melebihi normal," tambah Schaffner.

"Hal ini telah terlihat di negara ini dan di banyak negara lain di seluruh dunia," ujarnya.

*) Artikel ini telah muncul sebelumnya di CNBC Indonesia dengan judul 'Mengenal Bakteri Pemakan Daging Gegerkan Jepang, 977 Kasus-77 Kematian.'



77 Orang Tewas Akibat Wabah Bakteri Pemakan Daging di Jepang

77 Orang Tewas Akibat Wabah Bakteri Pemakan Daging di Jepang


(rns/rns)
back to top