• Home
  • Berita
  • London Underground Pakai AI untuk Deteksi Kejahatan

London Underground Pakai AI untuk Deteksi Kejahatan

Redaksi
Feb 13, 2024
London Underground Pakai AI untuk Deteksi Kejahatan
Jakarta -

Pengguna transportasi umum London Underground kini diawasi pergerakannya oleh software pemantau berbasis kecerdasan buatan (AI).

AI ini memanfaatkan video dari kamera pemantau yang diakses secara real time, dan dianalisa unutk memperkirakan kemungkinan terjadinya kejahatan dari gerak-gerik orang yang terekam dalam video.

Software machine learning ini mendeteksi perilaku agresif dan juga "mencari" pisau atau senjata yang ditodongkan ke orang lain. Selain itu, softwarenya juga bisa mendeteksi jika ada orang yang terjatuh ke rel ataupun orang yang mengakali sistem tiket transportasi massal tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cara kerjanya adalah sistem AI akan menganalisa gambar setiap 1/10 detik. Jika mendeteksi satu dari 11 perilaku yang dianggap bermasalah, sistem akan mengirimkan peringkatan ke iPad atau komputer yang dipegang oleh petugas stasiun.

Sejak Oktober 2022 hingga akhir September 2023, Transport for London (TfL) yang mengoperasikan sistem kereta bawah tanah dan jaringan bis di London, Inggris, menguji 11 algoritma untuk memantau pergerakan orang di stasiun Willesden Green Tube.

Pengujian ini adalah pertama kalinya dilakukan, yaitu kombinasi AI dan rekaman video, untuk menciptakan sistem peringatan yang kemudian akan dikirimkan ke petugas keamanan.

Selama pengujian, ada lebih dari 44 ribu peringatan yang tercatat, dan 19 ribu di antaranya dikirimkan ke pegawai stasiun secara real time. 25 ribu peringatan sisanya disimpan untuk keperluan analitik, demikian dikutip detikINET dari Wired, Senin (12/2/2024).

TfL menggunakan algoritma computer vision untuk memantau perilaku pengguna kereta selama mereka berada di stasiun. Mereka pun menyebut sistem ini akan diterapkan ke berbagai stasiun lain di London sejak Desember lalu.

Selama masa uji coba di Willesden Green, stasiun yang melayani sekitar 25 ribu penumpang setiap harinya, sistem AI-nya dipakai untuk mendeteksi potensi insiden keamanan, juga bisa mengincar pelaku kriminal dan orang dengan perilaku antisosial.

AI-nya bisa mendeteksi pengguna kereta yang menggunakan kursi roda, menghisap rokok elektronik, memasuki daerah terlarang, atau membahayakan dirinya sendiri dengan berdiri terlalu dekat dengan kereta.

Sistemnya saat ini belum sempurna dan sering melakukan kesalahan. Misalnya menandai anak yang sedang berjalan dengan orang tuanya saat melewati ticket gate di stasiun sebagai orang yang mau mencurangi sistem tiket.

Sistem AI ini juga belum bisa membedakan sepeda lipat dengan sepeda biasa. Untuk melatih sistem AI ini, pihak kepolisian juga dilibatkan untuk menodongkan senjata tajam dan pistol agar terekam oleh kamera dan bisa dikenali oleh sistemnya.

Sejauh ini sistem tersebut tidak melibatkan teknologi pengenalan wajah, melainkan sekadar mengidentifikasi gerak-gerik orang, menganalisa bahasa tubuh, dan sejenisnya. Namun hal ini juga dianggap tetap memunculkan pertanyaan soal etika, legal, dan privasi.

"Meski percobaan ini tidak melibatkan pengenalan wajah, penggunaan AI di tempat publik untuk mendeteksi perilaku, dan analisa bahasa tubuh tetap memunculkan pertanyaan soal etika, legal, dan lainnya seperti teknologi pengenalan wajah," kata Michael Birtwistle, peneliti dari Ada Lovelace Institute.



Simak Video "Kominfo Sebut SE AI Sifatnya Soft Regulation, Pelengkap UU ITE"
[Gambas:Video 20detik]
(asj/rns)
back to top