• Home
  • Berita
  • Kebocoran Data MyPertamina oleh Bjorka, Pakar: Sudah Saatnya Dibentuk Lembaga PDP

Kebocoran Data MyPertamina oleh Bjorka, Pakar: Sudah Saatnya Dibentuk Lembaga PDP

Redaksi
Nov 12, 2022
Kebocoran Data MyPertamina oleh Bjorka, Pakar: Sudah Saatnya Dibentuk Lembaga PDP

Pakar keamanan siber Pratama Persadha menyebut dugaan kebocoran data 44 juta data MyPertamina oleh Bjorka menjadi sinyal genting untuk segera membentuk lembaga otoritas Pelindungan Data Pribadi (PDP).

Setelah disahkannya Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) diamanatkan agar pemerintah membentuk lembaga otoritas PDP yang bertugas mengawasi pengelolaan data pribadi oleh penyelenggara sistem elektronik, baik pemerintah dan swasta agar memenuhi kriteria UU PDP.

"Saat ini yang terpenting adalah segera membentuk lembaga pengawas PDP atau apapun namanya, Komisi PDP misalnya. Ini sudah diamanatkan UU PDP agar presiden membentuk Komisi PDP segera setelah UU berlaku," ujar Chairman CISSReC ini seperti keterangan tertulis yang diterima detikINET, Sabtu (12/11/2022).

"Komisi PDP ini nanti yang tidak hanya mengawasi namun juga melakukan penegakan aturan serta menciptakan standar keamanan tertentu dalam proses pengolahan pemrosesan data. Dalam kasus kebocoran data seperti MyPertamina ini, bila ada masyarakat yang dirugikan bisa nantinya melakukan gugatan lewat Komisi PDP," sambungnya.

Kebocoran data 44 juta data MyPertamina diumbar oleh Bjorka di forum situs breached.to yang isinya terdiri dari nama, email, NIK, NPWP, nomor telepon, alamat, DOB, jenis kelamin, penghasilan, data pembelian BBM, dan data lainnya.

Pratama mengemukakan, data yang diklaim oleh Bjorka berjumlah 44.237.264 baris dengan total ukuran mencapai 30GB bila dalam keadaan tidak dikompres. Data sampelnya dibagi menjadi 2 file yaitu data transaksi dan data akun pengguna. Ketika sampel datanya dicek secara acak dengan aplikasi "GetContact", maka nomor tersebut benar menunjukan nama dari pemilik nomor tersebut.

Selain itu dicek NIK lewat aplikasi Dataku juga cocok. Berarti sampel data yang diberikan oleh Bjorka merupakan data yang valid.

Adapun, data yang berjumlah 44 juta ini dijual dengan harga USD 25.000 atau sekitar Rp 400 juta menggunakan menggunakan mata uang Bitcoin.

"Sampai saat ini sumber datanya masih belum jelas, Namun soal asli atau tidaknya data ini ya hanya Pertamina sendiri yang bisa menjawabnya, karena aplikasi ini dibuat oleh Pertamina yang juga memiliki dan menyimpan data ini. Jalan terbaik harus dilakukan audit dan investigasi digital forensic untuk memastikan kebocoran data ini dari mana", jelas pria asal Cepu, Jawa Tengah ini.

Disampaikannya, perlu dicek dahulu sistem informasi dari aplikasi MyPertamina yang datanya dibocorkan oleh Bjorka. Apabila ditemukan lubang keamanan, berarti kemungkinan besar memang terjadi peretasan dan pencurian data.

Namun dengan pengecekan yang menyeluruh dan digital forensic, bila benar-benar tidak ditemukan celah keamanan dan jejak digital peretasan, ada kemungkinan kebocoran data ini terjadi karena insider atau data ini bocor oleh orang dalam.

"Bila benar ini data MyPertamina, maka berlaku pada Pasal 46 UU PDP ayat 1 dan 2, yang isinya bahwa dalam hal terjadi kegagalan perlindungan data pribadi maka pengendali data pribadi wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis, paling lambat 3 x 24 jam. Pemberitahuan itu disampaikan kepada subyek data pribadi dan Lembaga Pelaksana Pelindungan Data Pribadi (LPPDP). Pemberitahuan minimal harus memuat data pribadi yang terungkap, kapan dan bagaimana data pribadi terungkap, dan upaya penanganan dan pemulihan atas terungkapnya oleh pengendali data pribadi", tuturnya.

Melihat kasus ini, menurut Pratama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera membentuk lembaga otoritas PDP.

back to top