• Home
  • Berita
  • Jelang 2023, Nilai Apple Anjlok Sebesar Rp 15.756 Triliun

Jelang 2023, Nilai Apple Anjlok Sebesar Rp 15.756 Triliun

Redaksi
Dec 29, 2022
Jelang 2023, Nilai Apple Anjlok Sebesar Rp 15.756 Triliun

Menjelang pergantian tahun 2022 ke 2023, valuasi Apple merosot menjadi USD 2 triliun, alias turun USD 1 triliun atau sekitar Rp 15.756 triliun dibanding awal 2022.

Saham Apple yang berkode AAPL tersebut turun 3% menjadi USD 125,92 per lembar saham, paling rendah dalam 52 minggu terakhir. Tercatat saham Apple paling tinggi pada 3 Januari 2022 senilai USD 183 per lembar saham, yaitu saat Apple menjadi perusahaan pertama yang valuasinya mencapai USD 3 triliun.

Penyebab merosotnya saham Apple ini antara lain adalah masalah produksi jajaran iPhone 14, tepatnya iPhone 14 Pro dan iPhone 14 Pro Max baru-baru ini akibat kebijakan lockdown terkait COVID-19 di China.

Hal tersebut membuat perakit iPhone Foxconn kesulitan memenuhi pesanan Apple. Ditambah lagi adanya aksi demo para buruh pabriknya, yang membuat produksi iPhone semakin terhambat.

Akibatnya pasokan iPhone terbaru terganjal dan sulit memenuhi permintaan pasar. Menurut TrendForce, kapasitas produksi pabrik iPhone utama milik Foxconn disebut tak pernah di atas 70%, dan kekurangannya itu sulit ditutupi dengan pabrik pabriknya yang lain.

TrendForce pun memprediksi pengapalan iPhone untuk Q1 2023 akan turun 22% secara year over year, menjadi 47 juta unit, dan hal tersebut tentunya berdampak pada sentimen para investor.

"Ini ada kaitannya dengan pemerintah China yang membuat perubahan aturan besar untuk mengatasi peningkatan kasus COVID-19 dan persiapan menghadapi liburan tahun baru China. Ada pertanda kalau masalah kesulitan tenaga kerja akan memburuk ke depannya," tulis TrendForce dalam laporannya, seperti dikutip detikINET dari 9to5Mac, Kamis (29/12/2022).

Sebelumnya diberitakan, pabrik Foxconn di Zhengzhou, China, yang merupakan pabrik iPhone terbesar di dunia, ditinggal puluhan ribu buruhnya setelah aksi demo berujung rusuh yang terjadi pada November lalu.

Para buruh di pabrik itu memprotes insentif yang ditunda pembayarannya, serta kondisi tempat tinggal yang memprihatinkan. Seperti diketahui, pabrik tersebut beroperasi secara tertutup, di mana buruh diharuskan tinggal di komplek pabrik karena aturan lockdown dari pemerintah China. Padahal biasanya pada akhir tahun seperti sekarang pabrik tersebut mempekerjakan sekitar 300 ribu buruh untuk merakit iPhone.

back to top