• Home
  • Berita
  • Indonesia Kekurangan Tenaga Ahli Keamanan Siber

Indonesia Kekurangan Tenaga Ahli Keamanan Siber

Redaksi
Oct 01, 2022
Indonesia Kekurangan Tenaga Ahli Keamanan Siber

Salah satu masalah paling mendasar yang saat ini dihadapi oleh transaksi internet/transaksi elektronik adalah masalah keamanan sistem informasi dan perlindungan terhadap data pribadi.

Berbagai faktor berkontribusi di dalam besarnya tingkat ketidakpercayaan pengguna internet dalam transaksi e-commerce, salah satu penyebab tertinggi adalah cyber criminal.

Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), diketahui ada lebih dari 700 juta serangan siber yang terjadi di Indonesia pada tahun 2022. Baru-baru ini juga terjadi kebocoran data registrasi kartu SIM, di samping insiden-insiden besar sebelumnya yang melibatkan data kesehatan e-HAC, data kementerian, BUMN, hingga data pelanggan di e-commerce ternama.

Di samping itu, Indonesia juga mengalami kekurangan tenaga ahli keamanan siber. Survei yang dilakukan oleh SecLab BDO Indonesia terhadap talenta TI di Indonesia, mengungkap bahwa 9 dari 10 lulusan teknologi memilih untuk menjadi developer perangkat lunak, dan hanya 1 dari 10 yang berminat untuk mendalami keamanan siber.

Kekurangan tenaga ahli ini, dipadukan dengan wawasan masyarakat awam yang rendah mengenai keamanan siber pribadi, membuat Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para hacker yang berniat jahat.

BDO Indonesia adalah anggota BDO International Limited dan merupakan bagian dari jaringan BDO internasional dari perusahaan anggota independen. SecLab BDO Indonesia, adalah salah satu layanan di BDO Indonesia yang berfokus pada bidang keamanan siber dan forensik digital di Indonesia.

Dalam membangun talenta tenaga ahli keamanan siber, SecLab BDO Indonesia melakukan pelatihan, seminar, dan juga program kolaborasi, contohnya Wreck It, sebuah kompetisi hacking kasus-kasus keamanan yang real, berkolaborasi dengan BSSN, dengan tujuan untuk mencari bakat-bakat baru dalam bidang keamanan digital.

"Banyak organisasi yang tidak paham dan akhirnya menomorduakan cybersecurity. Sekarang sudah saatnya kita berbenah keamanan siber. SecLab BDO Indonesia hendak membuka pintu lebih luas untuk kolaborasi dan menghimbau pihak-pihak yang berwenang untuk merangkul dan bekerjasama dengan para pakar dalam mengatasi permasalahan keamanan digital," jelas Harry Adinanta, Cyber Security Director SecLab BDO Indonesia, dalam keterangan yang diterima detikINET.

Selama ini SecLab BDO Indonesia sudah membantu dan bekerjasama dengan korporasi hingga lembaga pemerintahan untuk melakukan pengujian keamanan periodik, yang biasanya dilakukan dua kali dalam setahun, simulasi penyerangan siber, hingga analisa dampak dan rekomendasi tindak lanjut serta pencegahan.

Jenis klien yang dimiliki SecLab BDO Indonesia mencakup perusahaan dari industri oil & gas, telekomunikasi, serta perbankan dan teknologi finansial, yang menurut aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Bank Indonesia (BI), harus menerapkan pengujian keamanan sebagai salah satu pemenuhan kepatuhan terhadap regulasi.

"Serangan seringkali didasari motif finansial, sehingga institusi perbankan paling sering menjadi sasaran serangan siber. Namun demikian, ada banyak kasus keamanan siber global lain dengan motif yang berbeda, misalnya state sponsored attack terhadap SolarWinds, atau serangan rantai pasok yang menghantam Quanta, perusahaan yang menyuplai produk ke Apple, bahkan sasaran industrial negara dan sangat penting seperti Colonial Pipeline di Amerika," kata Keith Douglas Trippie, Senior Cyber Security and Data Privacy Advisor BDO.

"Dampak kerugian akibat serangan siber global diperkirakan mencapai 2 Kuintiliun Dolar AS di awal 2022 kemarin, meningkat jauh dari 400 Miliar Dolar AS di tahun 2015, dan kerugian dari ransomware saja bisa mencapai 265 Miliar Dolar AS di tahun 2031. Sudah saatnya perusahaan di Indonesia memperkokoh ketahanan sibernya di tahun ini, dan mempersenjatai diri dengan framework keamanan siber yang jelas agar tidak menjadi korban berikutnya," tutupnya.

back to top