• Home
  • Berita
  • Bom Waktu Anjloknya Angka Kelahiran Mengancam Jepang

Bom Waktu Anjloknya Angka Kelahiran Mengancam Jepang

Redaksi
Jan 24, 2023
Bom Waktu Anjloknya Angka Kelahiran Mengancam Jepang

Jepang sedang menghadapi dua masalah amat genting di negerinya , yakni tingkat kelahiran yang rendah dan populasi yang menua. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan dua masalah ini mendesak untuk segera diatasi.

Bahkan saking gentingnya situasi akibat dua permasalahan ini. Fumio berjanji segera membentuk lembaga pemerintah baru, khusus untuk mengatasi masalah tersebut.

Berbicara di hadapan anggota parlemen selama pidato kebijakan menandai dimulainya sesi parlemen baru, Fumio mengatakan bahwa menurut laporan, jumlah kelahiran di negara itu turun di bawah angka 800 ribu tahun lalu.

"Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat," dia memperingatkan. Ia menambahkan, memfokuskan perhatian pada kebijakan mengenai anak dan merawat anak adalah isu serius yang tak bisa ditunda.

"Kita harus membangun ekonomi sosial yang mengutamakan anak untuk membalikkan kondisi rendahnya angka kelahiran," kata Fumio.

Jepang memiliki populasi sekitar 125 juta orang, dan pada tahun 2022, seperti yang disebutkan Perdana Menteri Fumio dalam pidatonya, populasi Jepang untuk pertama kalinya mencatat kelahiran kurang dari 800 ribu. Hal ini memang sudah diprediksi akan terjadi. Namun, Jepang mengalaminya delapan tahun lebih cepat dari perkiraan.

Selama sebelas tahun terakhir, negara ini telah memecahkan rekor tahunan untuk kelahiran terendah yang pernah ada. Pada tahun 2020 ada 840.832 kelahiran, di 2021 turun menjadi 811.604 kelahiran, dan di 2022 bahkan angkanya jatuh ke level terendah di bawah 800 ribu.

Jepang adalah negara tertua kedua di dunia dengan penduduknya rata-rata berusia 49 tahun. Sekitar 28% penduduknya berusia 65 tahun atau lebih. Negara kota kecil Monako dengan populasi sangat sedikit, yakni 36.686 jiwa adalah yang tertua di dunia, dengan sekitar 36% warganya berusia di atas 65 tahun.

Langkah apa yang diambil Jepang untuk menghadapi bom waktu kedua masalah ini? Untuk menghadapi penurunan angka kelahiran, Jepang meluncurkan berbagai kebijakan, salah satunya termasuk lembaga khusus Badan Anak dan Keluarga yang akan mulai bekerja April 2023.

Kebijakan tersebut telah dirancang untuk mendukung para orang tua dan memastikan keberlanjutan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu. Menurut catatan PBB, sejak awal 1990-an, pemerintah Jepang telah memperluas kebijakan dan program keluarga di tiga bidang, yakni layanan pengasuhan anak, skema cuti orang tua, dan bantuan keuangan dalam bentuk tunjangan anak.

Pada Oktober 2022, pemerintah juga mengusulkan perpanjangan cuti melahirkan dari 14 minggu menjadi 26 minggu untuk ibu, dan dari delapan minggu menjadi 12 minggu untuk ayah.

Jepang menghadapi masalah tenaga kerja yang menyusut dan populasi yang menua. Jepang tidak sendirian dalam menghadapi penurunan populasi ini. China juga melaporkan masalah serupa.

Menurut laporan AFP, hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai faktor seperti meningkatnya biaya hidup hingga orang-orang yang memilih untuk memiliki anak nanti atau bahkan tidak memilikinya. Baru-baru ini China juga melaporkan bahwa untuk pertama kalinya dalam enam dekade, populasinya menurun.

Dampak penurunan populasi terhadap suatu negara tidak bisa dianggap enteng. Sebuah negara dengan proporsi lansia yang lebih tinggi menjadi kurang menarik bagi bisnis. Pemilik bisnis menghadapi kekurangan pekerja berkualitas, dan ekonomi negara menderita tanpa masuknya bisnis asing.

[Gambas:Twitter]

CEO Twitter Elon Musk beberapa waktu lalu juga telah menyuarakan keprihatinan tentang penurunan angka kelahiran di Jepang. Pada Mei 2022, miliarder itu memperingatkan bahwa negara itu mungkin bisa 'lenyap' dalam waktu dekat, dan itu adalah sebuah kerugian besar bagi dunia.

back to top