Teknologi Face Recognition KAI, Manfaat atau Mudarat?

Kebijakan PT. Kereta Api Indonesia menerapkan pemindaian wajah atau dikenal dengan istilah Face Recognition Technology (FR) menjadi hal yang menarik perhatian. Teknologi ini akan memudahkan masyarakat dan KAI dimana pengguna layanan kereta jarak jauh tidak perlu lagi menunjukkan tiket dan tanda pengenal, namun tetap dapat diidentifikasi dengan akurat ketika ingin menggunakan layanan kereta.
Bagi KAI sendiri FR ini memberikan manfaat layanan yang lebih cepat karena mengurangi antrian dengan biaya investasi yang relatif murah karena perangkat utama yang dibutuhkan untuk FR adalah kamera ponsel pintar yang sudah tersedia dengan harga yang relatif murah.
Akurasi FR sendiri mengalami peningkatan yang sangat pesat dan bahkan dapat melakukan pengenalan dengan cukup akurat meskipun wajah yang dipindai menggunakan masker.
Namun seperti database lainnya, FR ini merupakan data biometrik yang perlu dikelola dan diamankan dengan baik karena jika jatuh ke tangan yang salah, eksploitasi FR ini dapat merugikan pemilik data biometrik. Manfaat Face Recognition Technology (FR)
Meskipun bukan institusi pertama yang menerapkan FR, namun langkah KAI patut diapresiasi dan hal ini menunjukkan manajemen KAI memiliki pemahaman yang cukup baik atas teknologi yang tersedia dan mengimplementasikannya dalam menunjang operasional KAI sehingga dapat memberikan layanan yang lebih baik bagi masyarakat dengan biaya investasi yang ekonomis.
Penggunaan FR ini akan mengurangi antrian dalam identifikasi identitas dengan biaya investasi yang relatif murah karena hanya membutuhkan kamera dari ponsel, perangkat pemindai e-KTP dan piranti lunak pengenalan wajah.
FR mempermudah pengguna dan juga memberikan database yang lebih handal kepada penyedia layanan. Informasi tambahan terkait yang relevan dapat disematkan ke dalam database FR seperti informasi tiket perjalanan yang dibeli, informasi kesehatan / vaksinasi sebagai persyaratan perjalanan dan informasi kependudukan pemilik FR yang relevan.
Selain itu, implementasi database FR yang baik juga dapat mencegah aksi kejahatan dimana jika pencopet atau pelaku pelecehan seksual yang telah teridentifikasi dapat diawasi secara khusus atau dicegah menggunakan layanan.
Proses pendaftaran identifikasi FR juga dapat mencegah penyalahgunaan data kependudukan yang bocor. Proses pendaftaran FR hanya perlu dilakukan satu kali dimana jika ada yang menggunakan KTP palsu / bodong tidak akan bisa mendaftarkan dirinya karena proses pendaftaran harus menggunakan pemindaian chip e-KTP dan sidik jari. Akurasi Face Recognition
Jika dibandingkan dengan metode biometrik lain seperti sidik jari dan iris mata, akurasi FR lebih rendah dan memiliki tingkat kesalahan (false positive) yang lebih tinggi.
Namun seiring dengan perkembangan teknologi kecerdasan artifisial AI, tingkat akurasi FR sudah mengalami peningkatan sangat tajam dan menurut pengujian NIST National Institute of Standards and Technology, algoritma FR memiliki akurasi lebih dari 99 %, khususnya jika database memiliki beberapa contoh gambar objek FR. Beberapa bank di Jepang bahkan mulai menerapkan FR di mesin ATM dalam mengidentifikasi pemilik kartu ATM guna mencegah Fraud.
Meskipun secara teknis FR memiliki akurasi lebih rendah dibanding pemindaian sidik jari dan iris, namun FR memiliki keunggulan contactless process atau proses pemindaian jarak jauh sehingga sangat membantu ketika digunakan saat pandemi. Selain itu, proses pemindaian bahkan dapat dilakukan hanya melalui kamera dan tidak disadari oleh objek yang dipindai.
Di satu sisi hal ini mempermudah dan mempercepat pemindaian, namun di sisi lain hal ini dapat merugikan objek yang dipindai jika data pemindaian ini disalahgunakan. Pengamanan Data Biometrik
Data biometrik merupakan data pribadi dan pemiliknya dilindungi oleh Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi. Karena itu, pengelolaannya harus mengikuti standar penyimpanan dan pengamanan yang baik dimana penyimpanan data biometrik harus dilindungi sedemikian rupa sehingga sekalipun data tersebut bocor, maka data tersebut tidak bisa dibuka karena adanya metode enkripsi yang baik.
Hal yang sama sebenarnya diterapkan pada sensor sidik jari di HP dimana data sidik jari disimpan dalam keadaan terenkripsi sehingga jika data sidik jarinya bocor dan berhasil di kopi, maka data yang dikopi adalah data yang terenkripsi. Mirip dengan data atau dokumen yang menjadi korban ransomware yang hanya bisa dibuka dengan kunci dekripsi yang sudah diamankan sedemikian rupa.
Namun satu hal yang membedakan antara penyimpanan data biometrik layanan publik dengan data biometrik ponsel yang sifatnya one to one adalah data biometrik layanan publik jumlahnya masif dan sifatnya one to many dan kalau bocor akan merugikan masyarakat pemilik data.
Belajar dari kebocoran data yang banyak terjadi di Indonesia terutama pada lembaga publik pengelola data, maka penulis mengharapkan lembaga publik untuk memberikan perhatian ekstra dalam pengamanan data biometrik Face Recognition ini. Semoga PT. KAI dapat menjaga amanah data biometrik FR yang dikumpulkan ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengguna layanannya.
Salam
Alfons Tanujaya
*)Penulis adalah pakar keamanan cyber dari Vaksincom