• Home
  • Berita
  • Perjalanan Hewan Kloning, dari Domba hingga Hidupkan Hewan Punah

Perjalanan Hewan Kloning, dari Domba hingga Hidupkan Hewan Punah

Redaksi
Jan 22, 2023
Perjalanan Hewan Kloning, dari Domba hingga Hidupkan Hewan Punah

Perkembangan teknologi kloning mengalami kemajuan pesat sejak pertama kali dilakukan kepada seekor domba bernama Dolly. Ilmuwan kini menerapkannya pada hewan peliharaan hingga yang terancam punah agar dapat diduplikasi.

Pada 5 Juli 1996, lahir seekor domba yang kelak menginspirasi seluruh industri bioteknologi dalam hal perkloningan. Keberhasilan kloning Dolly juga memberikan landasan bagi para ilmuwan untuk menemukan cara baru membantu melestarikan spesies yang terancam punah.

Bahkan, Dolly mengubah ilmu pengetahuan medis dengan cara yang sebelumnya tak dapat dilakukan. Dolly bukan domba biasa. Ia adalah hasil kloning dari sebuah sel yang diambil dari kelenjar susu domba lain, sebagai bagian dari percobaan yang dilakukan oleh Roslin Institute di Midlothian, Skotlandia.

Di titik itu, para ilmuwan sebelumnya telah beberapa kali melakukan percobaan dengan kloning sejak 1950-an, ketika seorang ahli biologi Inggris John Gurdon menemukan cara untuk mengkloning katak Afrika.

Meski telah berusaha berkali-kali, mengulangi proses ini pada mamalia yang lebih besar rupanya sangat sulit bahkan bisa dikatakan mustahil.

Tetapi seperti banyak terobosan ilmiah lain, eksperimen yang melahirkan Dolly ini akhirnya terwujud setelah berkali-kali gagal.

"Kloning domba Dolly menunjukkan kepada dunia bahwa sangat mungkin memprogram seluruh DNA di dalam inti dari sel dewasa, dan sel itu akan berlaku seperti sel embrionik lagi, yang mampu memunculkan binatang baru," kata Robin Lovell-Badge, yang mengepalai Lab Biologi Sel Punca dan Genetika Perkembangan di Francis Crick Institute di London, dikutip dari BBC.

Setelah secara tak terduga menciptakan sebuah embrio, para ilmuwan di Institut Roslin menempatkannya di dalam domba ketiga, yang akhirnya melahirkan Dolly. Kejadian ini mengejutkan dan membingungkan masyarakat umum dan sebagian besar media dunia saat itu.

Pada 1996, ahli bedah asal Jepang Shinyi Yamanaka merasa kariernya sedang tak tentu arah. Ia merasa menghabiskan waktu terlalu lama di ruang operasi.

Di tengah kesibukannya, Yamanaka kemudian merawat tikus-tikus di laboratorium. Yamanaka juga membaca artikel bahwa para ilmuwan telah berhasil mengkloning seekor domba, yakni Dolly.

Dia terpesona oleh fakta bahwa sel dewasa dapat diprogram ulang dengan cara ini, dan mulai bertanya-tanya apakah menambahkan faktor transkripsi DNA dapat memprogram ulang setiap sel dewasa untuk kembali ke keadaan seperti embrio.

Setelah satu dekade fokus pada eksperimen ini, Yamanaka mencapai tujuannya, pertama dengan tikus dan kemudian di sel manusia. Teknologi yang dikembangkannya memungkinkan sel-sel kulit atau darah diprogram ulang ke keadaan yang dapat diubah menjadi semua jenis sel dalam tubuh, dengan menambahkan campuran empat faktor transkripsi.

Temuan Yamanaka ini dinilai sebagai terobosan, kemudian dianugerahi Penghargaan Nobel 2012 untuk Fisiologi dan Kedokteran. Hasil kerja Yamanaka mendapat perhatian besar karena teknologinya memungkinkan para ilmuwan untuk mengambil sampel darah dari pasien dan membuat organoid yang berperilaku identik dengan sel-sel di dalam tubuh mereka sendiri. Ini dapat dipakai menguji obat baru, vaksin, atau untuk sekadar memahami beberapa proses dasar dalam tubuh manusia.

Teknologi di balik kloning juga memiliki beberapa aplikasi medis secara langsung. Para ilmuwan di Oregon Health and Science University Center for Embrionic Cell and Gene Therapy, menggunakan beberapa langkah seperti yang dilakukan dalam proses kloning Dolly untuk membantu mencegah penyakit mitokondria langka yang diturunkan dari pasien perempuan kepada anak-anak mereka.

Pada tahun 1996, Roslin Institute yang 'menciptakan" Dolly terancam bangkrut dan menghadapi pemotongan anggaran pemerintah.

Dolly terbukti menjadi penyelamat. Kehebohan ilmiah yang ditimbulkannya menarik perhatian perusahaan ViaGen yang berbasis di Texas, Amerika Serikat yang kemudian membeli hak intelektual untuk teknologi kloning mereka pada 1998.

Akuisisi ini menyediakan cukup uang bagi lembaga tersebut bertahan sampai mereka memperoleh pendanaan baru. Awalnya, ViaGen ingin menggunakan kloning untuk meningkatkan kualitas pembiakan ternak, sebuah proses yang masih berlangsung sampai sekarang, terutama untuk ternak bernilai tinggi seperti sapi jantan.

Beberapa peneliti juga melakukan kombinasi kloning dan pengeditan genom untuk menciptakan hewan yang tahan terhadap beberapa penyakit umum, seperti infeksi bakteri tuberkulosis dan salmonellosis.

Namun, sejak enam tahun terakhir sebuah industri baru telah muncul, menawarkan jasa kloning hewan peliharaan. Pada 2015, ViaGen mulai menawarkan layanannya kepada pemilik hewan peliharaan yang ingin mengkloning kucing atau anjing kesayangan mereka.

Embrio manusia telah berhasil dikloning pada tahun 2013, namun proses 'menciptakan' manusia secara utuh terlalu berisiko dan bertentangan dengan etika.

Dalam beberapa tahun terakhir, ilmuwan mulai terpikir menggunakan teknologi kloning untuk menghidupkan kembali hewan-hewan yang hampir bahkan sudah punah.

ViaGen pernah mengkloning musang kaki hitam dan kuda Przewalski, keduanya terancam punah. Lalu di China, mereka mengkloning babi dan kuda. Kloning babi bahkan sudah bisa dilakukan sepenuhnya oleh robot.

Lalu ada para ilmuwan dari laboratorium Colossal Biosciences yang menggunakan teknologi pengeditan gen Crispr-Cas9 untuk membangkitkan lagi harimau Tasmania yang sudah punah.

Bukan hanya harimau Tasmania yang dibangkitkan lagi dari kepunahan dengan cara ini. Mereka juga berniat membangkitkan lagi woolly mammoth atau gajah purba.

Potongan-potongan DNA woolly mammoth atau gajah purba yang diawetkan yang ditemukan membeku di tundra Arktik, menunjukkan bahwa mamalia besar ini dapat 'bangkit dari kubur'. Untuk diketahui, sebagian besar mammoth berbulu telah mati kira-kira 10.000 tahun yang lalu.

back to top