Penjelasan Ilmiah Tanah Arab Menghijau Tanda Kiamat

Fenomena menghijaunya sebagian wilayah Arab Saudi baru-baru ini membuat publik di berbagai negara ramai memperbincangkannya. Lebih menghebohkan lagi, fenomena alam yang langka ini dikaitkan dengan tanda kiamat.
Dilihat dari citra satelit, kawasan Arab Saudi yang terkenal dengan gurun gersang dan tandus terlihat tampak berubah menjadi hijau setelah diguyur hujan lebat beberapa waktu lalu.
Saudi Press Agency juga melaporkan pemandangan pegunungan Makkah tampak subur. Fenomena ini banyak dibagikan warga setempat di media sosial, sehingga kabar ini makin viral dan menuai beragam komentar dari netizen.
Dalam Islam, memang ada hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, menyebut bahwa Nabi Muhammad pada suatu waktu bersabda,
"Hari kiamat tidak berlaku hingga tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang-padang rumput dan sungai-sungai." (HR Muslim).
Alfred Kroner, ahli geologi dari Institute of Geosciences Johannes Gutenberg-University Jerman, menyebutkan, Jazirah Arab zaman dulu memang merupakan lahan subur dengan padang rumput dan memiliki banyak sungai sebagaimana digambarkan dalam buku Mausu'ah al-Ijaz al-Qur'ani karya Nadiah Tharayyarah.
Ia mengatakan, jika tanah di Jazirah Arab digali, akan ditemukan jejak-jejak yang membuktikan bahwa wilayah tersebut dulunya adalah tanah yang hijau. Salah satunya pernah ditemukan di wilayah bernama al-Faw di bawah gurun pasir Rub' al-Khali.
Saat ini banyak penelitian arkeologi dilakukan mengenai hal ini. Misalnya, proyek Green Arabia, di mana para ilmuwan mencari sumber hijau dari daerah tersebut.
Kroner menjelaskan bukti ilmiah mengapa Jazirah Arab yang dulunya hijau bisa berubah menjadi gersang dan kemungkinan akan kembali menghijau. Berdasarkan penelitian sejarah Bumi yang ia lakukan, hal ini terjadi lantaran Jazirah Arab pernah mengalami fase zaman es.
Fase ini terjadi ketika air laut dalam volume besar berubah menjadi es dan berkumpul di Kutub Utara yang beku, lalu bergerak perlahan menuju arah selatan. Pergerakan inilah yang akan memengaruhi keadaan tanah di sekitarnya.
Berdasarkan riset modern, Bumi mengalami zaman es sekitar 100 ribu tahun yang lalu. Setelah itu, Bumi berada pada periode interglasial atau menghangat yang berlangsung 10 hingga 20 ribu tahun.
Adapun penjelasan ilmiah di balik peristiwa Arab Saudi menghijau baru-baru ini, disebabkan curah hujan yang tinggi. Menurut ilmuwan iklim dan profesor hidrologi dari Utrecht University Michelle van Vliet, curah hujan yang tinggi berkaitan dengan perubahan kondisi cuaca.
"Arab Saudi memiliki iklim gurun dan di beberapa tempat beriklim semi-kering. Di wilayah sekitar Makkah, rata-rata curah hujan adalah 112 milimeter per tahun. Biasanya curah hujan relatif sedikit di sekitar Makkah, jauh lebih sedikit dibandingkan beberapa bulan terakhir ini," ujarnya.
Ia menambahkan, distribusi curah hujan di berbagai wilayah tak hanya berubah dalam ruang, tetapi juga dalam waktu. Artinya, ketika terjadi curah hujan yang sangat deras di satu wilayah, di wilayah lain terjadi kekeringan yang sangat parah.
"Dan faktanya, cuaca ekstrem menjadi semakin parah juga terkait dengan perubahan iklim," imbuh Van Vliet.
Juru bicara National Center for Meteorology Kerajaan Arab Saudi Hussain Al-Qathani menyampaikan, sebagian besar wilayah Arab Saudi diguyur hujan sejak tanggal 8 hingga 10 Januari 2023.
Sementara itu, The Islamic Information mencatat curah hujan tinggi dalam durasi yang panjang di Arab Saudi sejak Desember 2022, dengan kecepatan yang sama dan hampir terus menerus.
Hujan tak hanya mengguyur kota Makkah namun di sejumlah kota lainnya termasuk Jeddah dan Madinah. Curah hujan yang melimpah dibarengi cuaca hangat, memudahkan vegetasi tumbuh, dan inilah penyebab wilayah Arab Saudi menghijau.