• Home
  • Berita
  • Pemanasan Global Dekati 2 Derajat Celsius, Indonesia Sudah Siap?

Pemanasan Global Dekati 2 Derajat Celsius, Indonesia Sudah Siap?

Redaksi
Sep 08, 2023
Pemanasan Global Dekati 2 Derajat Celsius, Indonesia Sudah Siap?
Jakarta -

Pada Perjanjian Paris, Indonesia sepakat untuk menekan kenaikan suhu Bumi di 2 derajat Celcius. Sayangnya, target angka itu datang terlalu cepat dan Indonesia belum siap.

Banyak dari kita, terutama yang tinggal di tengah kota, mungkin merasakan bahwa beberapa tahun ini, terutama di bulan-bulan terakhir, ke luar ruangan rasanya seperti dibakar Matahari. Suhu semakin panas dan bencana alam terus bermunculan.

Asumsi kita itu kemudian dibenarkan oleh data yang ditunjukkan berita-berita bahwa pada Juni dan Juli di tahun ini, terjadi kenaikan suhu Bumi, dan Juli tercatat sebagai bulan terpanas dari yang pernah ada.

Semua orang pastinya berharap rekor 'terpanas' berhenti sampai di situ. Namun pada kenyataannya, seperti disebutkan ilmuwan iklim dari Imperial College of London, Friederike Otto, ada kemungkinan suhu yang tercatat di bulan Juli tersebut akan menjadi suhu yang wajar di kemudian hari. Dengan kata lain, kita akan mengalami kenaikan suhu lainnya yang lebih parah dibandingkan rekor di bulan Juli.

"Dari pada mengkhawatirkan rekor di bulan Juli, sebenarnya lebih mengkhawatirkan bila rekor itu tidak menjadi rekor lagi di kemudian hari," ujar Otto seperti yang dikutip detikINET dari Associated Press, Rabu (7/9/2023).

Berdasarkan laporan dari Copernicus Climate Change Service dan World Meteorological Organization (WMO) hari Rabu (6/9), rekor bulan terpanas kembali muncul di bulan Agustus.

Diketahui, ada kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius bila dibandingkan dengan rata-rata suhu pra-industri. Sedangkan suhu lautan mencapai suhu paling panas dari yang pernah tercatat, mendekati 21 derajat Celcius.

"Kerusakan iklim baru saja dimulai," ujar Antonio Guterres, Sekretaris Jendral PBB.

Ilmuwan menuding pembakaran bahan bakar batu bara, minyak, dan gas alam lainnya sekaligus El Nino sebagai biang keladi kenaikan suhu ini. Dan bila kita melihat bagaimana pemerintah menyikapi isu pemanasan global, maka tidak mengherankan bila ada kenaikan suhu lainnya di kemudian hari.

Indonesia masih bergantung pada PLTU sebagai sumber listrik utama sehingga walau pemerintah memberlakukan transportasi listrik, tetap saja akan menghasilkan banyak karbon. Selain itu, masih banyak proses produksi dan alat-alatnya menggunakan bahan bakar dari gas alam.

Tentunya ini cukup mengkhawatirkan mengingat kenaikan 2 derajat sebelumnya diperkirakan terjadi pada tahun 2050. Kenyataannya, hal ini malah terjadi lebih cepat. Kenaikan suhu diperkirakan akan menyebabkan berbagai macam bencana, seperti defisit pangan, tenggelamnya beberapa kota, dan 50% hasil panen berkurang yang menyebabkan lebih banyak penduduk kelaparan.

Sekarang, sialnya, kita terpaksa berpaling dari harapan batas kenaikan suhu 2 derajat Celcius menjadi 3 derajat Celcius.

"Kita tidak akan membatasi pemanasan di 1,5 derajat Celcius, kita tidak bisa membatasi pemanasan di 2 derajat Celcius. Kita akan fokus mencegah pemanasan global 3 derajat Celsius, tingkat pemanasan global yang akan mendatangkan malapetaka di seluruh dunia," ujar Andrew Weaver, seorang ahli klimatologi.


*Artikel ini ditulis oleh Khalisha Fitri, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.



Simak Video "Potret Kawah di Rusia saat Permafrost Mulai Mencair"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/rns)
back to top