• Home
  • Berita
  • Menyoal Maraknya Aksi Ponzi dan Penipuan di Media Sosial

Menyoal Maraknya Aksi Ponzi dan Penipuan di Media Sosial

Redaksi
Aug 12, 2023
Menyoal Maraknya Aksi Ponzi dan Penipuan di Media Sosial
Daftar Isi
  • Era Bakar Uang Sudah Berlalu
  • Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah?
Jakarta -

Selain dampak negatif adiksi yang sangat gencar dilakukan oleh beberapa platform media sosial, tindak kejahatan penipuan dan skema ponzi lazim ditemukan di berbagai medsos yang ada di Indonesia.

Korbannya diiming-imingi bisa mendapatkan penghasilan tetap hanya menonton video, melakukan like, subscribe atau memberikan komentar pada video yang muncul di platform. Diawali oleh Gotiktok, Tiktokcash, dan Goins yang kemudian diblokir oleh Kominfo atas permintaan dari OJK karena melakukan aksi investasi bodong alias Ponzi. Situs Gotiktok sendiri sekarang berubah menjadi situs yang menawarkan konten pornografi.

Setelah diblokir oleh Kominfo, perlahan pelaku penipuan ini berevolusi dan menjalankan aksinya secara gerilya dengan menawarkan pekerjaan freelance melakukan like dan subscribe. Korbannya yang memang pencari kerja diiming-imingi keuntungan besar menggiurkan 30% per hari dari uang modal yang disetorkan. Tetapi kita sudah tahu, ujung-ujungnya korbannya akan ditipu dengan teknik fear of missing out (FOMO) dan sunk cost effect di atas.

Era Bakar Uang Sudah Berlalu

Sebenarnya metode bakar uang untuk mendapatkan pangsa pasar pernah dilakukan pada era e-commerce dan ride hailing. Korbannya adalah pasar tradisional dan pengusaha transportasi konvensional yang akhirnya kalah bersaing dan gulung tikar.

Namun bisnis e-commerce dan ride hailing ini memiliki model bisnis dan penghasilan yang cukup jelas dan ada efisiensi yang diberikan karena mengganti kanal konvensional yang mahal dan tidak efisien ke kanal digital yang lebih murah dan efisien. Itu saja tetap memakan korban beberapa platfrom e-commerce asing dengan modal besar yang tidak kuat bersaing rugi besar dan menutup usahanya di Indonesia.

Jika metode bakar uang ini dilakukan kembali dan pemilik platform medsos ini mengharapkan bisa mendisrupsi pasar, padahal pasar yang ingin didisrupsinya adalah penguasa media sosial sudah cukup efisien, mapan dan notabene adalah pemenang dari persaingan yang sangat ketat, kemungkinan akan sangat sulit untuk memenangkan pasar ini dan pertempuran ini akan berjalan panjang dan menghamburkan uang yang sangat besar.

Teknik yang digunakan oleh platform medsos ini cukup cerdik dan memanfaatkan kondisi psikologis "sunk cost effect", teori ini memaparkan kalau seorang subjek yang diinformasikan bahwa ia berhak atas uang Rp 75.000 seakan sudah menjadi miliknya, padahal ia belum melakukan apapun. Dan ia hanya perlu menuntaskan tugas terakhir sebelum mengklaim uang yang sudah menjadi miliknya, maka kemungkinan besar ia akan melakukan tugas tersebut karena merasa rugi sebesar Rp 75.000 kalau ia tidak melakukan tugas tersebut.

Hal ini juga terjadi dalam kasus penipuan kerja freelance dimana korbannya dibina kepercayaannya dengan memberikan uang dalam jumlah kecil untuk kemudian dipancing ke dalam group besar untuk menyetorkan modal terlebih dahulu karena FOMO dimana semua orang dalam group yang sudah direkayasa tersebut berebut menyetor untuk mendapatkan keuntungan fantastis dan ketika keuntungan fantastis itu datang, seluruh modal dan keuntungan tidak bisa ditarik karena ada poin yang kurang. Dan untuk memenuhi kekurangan poin tersebut, korban harus menyetorkan modal kembali atau uangnya tidak bisa ditarik.

Metode bakar uang ini cenderung hanya akan mendapatkan low quality user atau fake user karena sebenarnya penambahan user yang terjadi bukan karena adanya user baru, melainkan user lama yang berpura-pura menjadi user baru menggunakan kartu prabayar yang bisa dibeli dengan hanya harga murah dan kartu tersebut digunakan untuk mendapatkan uang tunai dari beberapa platform yang menjalankan strategi serupa.

Celakanya, masyarakat yang terbuai oleh aksi tebar uang dari platform digital yang kurang bertanggung jawab ini menjadi terlena dan tertanam dalam bawah sadarnya kalau mencari uang adalah semudah itu. Tinggal klik, share dan perkenalkan anggota baru akan bisa dapat uang mudah. Masyarakat menjadi konsumtif, malas dan selalu ingin mengharapkan hasil instan dari setiap usahanya. Kerja sesedikit mungkin tetapi hasilnya besar.

Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah?

Karena aksi yang kurang mendidik ini dalam jangka panjang akan membuat malas dan membodohi masyarakat, ada baiknya pemerintah aktif mengawasi aksi yang kurang bertanggung jawab ini dan memberikan teguran keras agar platform digital tidak melakukan program yang pada dasarnya akan membuat malas dan membodohi masyarakat serta membuka jalan kepada penipu untuk melakukan aksi penipuannya memanfaatkan keyakinan masyarakat kalau hanya bermodal klik, share dan subscribe ini bisa mendapatkan uang mudah.

Pemerintah seyogyanya cukup peka dan mengawasi dengan ketat aksi yang dilakukan oleh platform digital di Indonesia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Jika praktek yang dijalankan berakibat buruk membodohi masyarakat, pemerintah bisa melarang praktek tersebut dijalankan.

Sebagai contoh, pemberian kompensasi dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bisa diuangkan akan mendorong masyarakat untuk langsung percaya kalau kerja di dunia digital hanya komen, like dan subscribe saja tanpa perlu memberikan manfaat konten yang berguna. Padahal ujung2nya masyarakat dirusak dan menjadi candu terbius oleh kebiasaan melakukan scrolling dan sulit melepaskan diri dari kesenangan melakukan scrolling menikmati konten.

Jika ada platform yang memberikan penghargaan yang bisa dikonversikan menjadi uang, harusnya kementerian terkait seperti Kemensos aktif melakukan pengawasan dan melakukan teguran kepada pengelola konten jika hal ini dalam jangka panjang akan merusak dan membuat candu pengguna aplikasi medsos. Kalau membandel, pihak Kemensos dapat berkoordinasi dengan Kominfo dan melakukan tindakan tegas terhadap platform yang bersangkutan.

Masyarakat yang tertipu umumnya adalah yang memiliki literasi keuangan yang rendah sehingga diharapkan pemerintah giat memberikan penyuluhan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat dan literasi digital masyarakat supaya bisa bertahan di era digital yang sangat cepat berubah ini.



Simak Video "Polisi Tahan 3 Tersangka Baru Investasi Bodong Viral Blast Global"
[Gambas:Video 20detik]
(asj/asj)
back to top