Lulus Apple Developer Academy Siswa Tak Sekadar Jago Coding
Menjadi bagian dari Apple Developer Academy (ADA) bukanlah sekadar perjalanan belajar coding. Ini adalah transformasi menyeluruh yang melampaui penguasaan bahasa pemrograman.
Program yang berjalan sembilan bulan ini tidak hanya mengasah kemampuan teknis, tetapi juga memupuk mindset inovatif, kemampuan kolaborasi, dan mendorong setiap individu untuk menggali potensi terbaik dalam diri. Hal ini dirasakan betul oleh Quinela Wensky, Luthfi Misbachul Munir, Hario Aji Daniswara, Mochammad Latifulfikri, keempatnya adalah siswa Apple Developer Academy angkatan 2024.
Hario Aji Daniswara mengaku terbiasa mengerjakan tugas sendiri, baik saat kuliah maupun freelance setelah lulus. Setelah bergabung di akademi, dia dituntut bekerjasama dengan banyak orang.
"Di sini jadi biasa banget buat kerjasama dengan orang banyak, bahkan cepat ganti tim dan rekan. Jadi terbiasa komunikasi dengan orang yang berbeda background, beda personality. Jadi lebih pede juga," ujar pria yang kerap di sapa Dani ini saat berbincang di Apple Developer Academy BSD, Tangerang Selatan.
Hario Aji Daniswara, siswa Apple Developer Academy 2024 dan UI/UX Designer Apical. Foto: Apple |
Perubahan yang mirip juga dirasakan Mochammad Latifulfikri. Namun tak sebatas itu, saat di kampus dia hanya menggarap proyek perkuliahan, sementara di ADA layaknya laboratorium sehingga dia bisa mengeksplorasi banyak hal dan terkoneksi dengan banyak orang.
"Di sini juga banyak banget dapat koneksi sama orang. Bahkan orang-orang yang sebelumnya nggak kepikiran kalau orang-orang kayak gitu bisa kenal sama aku, aku pun kenal mereka," ujar Fikri.
Mochammad Latifulfikri, Apple Developer Academy 2024 dan UI/UX Designer Polaread Foto: Apple |
Dia pun mencontohkan saat mengembangkan aplikasi Polaread bersama rekan-rekannya di ADA, mereka bisa bertemu langsung dengan komunitas disleksia salah satunya Disleksia Parent Super Group. Padahal selama ini hanya sebatas mengetahui apa itu disleksia.
"Aku jadi sadar kalau sekedar cuma ide itu nggak cukup kayaknya kita harus perlu tahu semuanya dulu. Kita harus tahu konteksnya dulu. Setelah konteksnya udah jelas baru kita dari situ bisa buat solusi yang sesuai sama problemnya dan itu diajarin banget di sini," kata Fikri.
Sementara itu Quinela Wensky merasa akademi memberikan pendekatan berbeda dala hal desain. Dia yang punya latar belakang pendidikan desain komunikasi visual (DKV), selama di kampus memang diajarkan soal riset namun lebih fokus bagaimana membuat desain yang memberikan visual bagus untuk dipandang siapapun.
Quinela Wensky, Apple Developer Academy 2024 dan Product Designer Chamelure Foto: Apple |
"Di akademi, kami tidak hanya fokus ke visual tapi lebih ke fungsi. Serta bentuknya yang sesuai dengan fungsi. Misalnya bagaimana membuat visual UI menarik untuk anak-anak sekaligus sederhana sehingga mereka mudah memahami hanya berdasarkan gambar saja. Karena mereka masih belum bisa membaca mungkin, atau kemampuannya terbatas pada mendengar atau visual," terang Quin.
"Di sini aku jadi bisa dapat kesempatan banyak untuk melakukan user testing desain yang aku buat. Aku bisa langsung cek apakah memang works membuat paket yang aku lagi tuju atau memang ternyata meleset total karena aku terlalu mementingkan visual. Karena di sini lebih based on riset sama user behavior-nya bagaimana yang lebih sesuai sama mereka, adaptasi dengan keseharian mereka, cara mereka interaksi dengan HP dan apps biasanya bagaimana, itu yang lebih kita ikutin dibandingkan sekadar estetika," lanjutnya.
Beda lagi yang dirasakan Luthfi Misbachul Munir, sejak menjadi murid di ADA, dirinya lebih bersemangat dan tak mudah menyerah. Dia mencontohkan, terkadang solusi yang dia atau timnya buat kerap mendapat feedback untuk ganti ide dan memulai dari awal lagi.
Luthfi Misbachul Munir, Technical Lead, Apple Developer Academy 2024 dan Full Stack Developer Oculab Foto: Apple |
Kondisi tersebut sering kali membuat stres tapi mereka dituntut untuk terus lanjut menyelesaikan tantangan yang diberikan. Lambat laun membuat kemampuannya terasah dan semangatnya bertambah.
"Itu sebabnya kualitas grade aku tuh jadi semakin meningkat banget khususnya aku kan sekarang di Occulab (aplikasi membantu teknisi laboratorium dalam pengujian mikroskopi tuberkulosis yang akurat dan tepat waktu). Tim Occulab nggak ada yang dari medical students ya jadi kayak benar-benar perlu research lebih lama, bahkan sekarang masih research," ujar Luthfi.
"Karena research itu bagi kami itu penting tapi musti paham keterbatasan tidak punya (anggota tim) mahasiswa di bidang medical. Jadi kaya kami harus semangat, harus pantang menyerah dan itu ngebuat aku jadi punya feeling great di Apple Academy ini," pungkasnya.
Apple Developer Academy di Bali Bakal Tempati Aset Kemenperin
Apple Developer Academy di Bali Bakal Tempati Aset Kemenperin
(afr/afr)