Kisah Ibu yang Trauma Jadi Target Penipuan AI Bermodus Penculikan Anak

Jennifer DeStefano, seorang ibu dua anak asal Scottsdale, Arizona mengalami trauma berat setelah menjadi target penipuan bermodus penculikan anak yang memanfaatkan teknologi deepfake.
Di hadapan Senate Judiciary Committee, DeStefano menceritakan pengalaman mengerikan itu yang terjadi pada 20 Januari 2023. Setelah menjemput putri bungsunya dari les menari, DeStefano tiba-tiba menerima panggilan telepon dari nomor yang tidak dikenal.
Saat mengangkat telepon itu, ia mendengar suara anak perempuan menangis. Suara di telepon itu terdengar mirip seperti suara Brie, putri sulungnya yang berusia 15 tahun yang sedang berlibur bersama ayahnya.
Tiba-tiba muncul suara seorang laki-laki yang meminta tebusan sebesar USD 1 juta atau sekitar Rp 14 miliaran. Pria di telepon itu meminta DeStefano untuk tidak melapor ke polisi, dan mengancam akan membunuh putrinya jika ia menghubungi polisi.
Ternyata penculikan dan ancaman tersebut tidak nyata. Suara 'Brie' yang didengar DeStefano di telepon sesungguhnya hanya deepfake yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan (AI) dan pria yang menelepon itu merupakan penipu yang ingin mendapatkan uang dengan cepat.
"Saya tidak akan pernah bisa menghilangkan suara dan tangisan putus asa itu dari pikiran saya," kata DeStefano dalam rapat dengar pendapat dengan Senator AS, seperti dikutip dari Gizmodo, Kamis (15/6/2023).
"Ini adalah mimpi terburuk setiap orang tua untuk mendengar anaknya memohon dalam ketakutan dan kesakitan, serta mengetahui bahwa anak mereka disakiti dan tidak berdaya," sambungnya.
DeStefano kemudian melaporkan penipuan tersebut ke kepolisian setempat, tapi ia kaget karena penegak hukum pun sudah familiar dengan penipuan seperti ini. Meski DeStefano mengaku trauma setelah kejadian tersebut, pihak kepolisian mengatakan itu hanya prank karena tidak ada tindak kriminal yang benar-benar dilakukan.
Setelah insiden telepon itu, DeStefano selalu begadang semalaman karena ketakutan. Ia juga menemukan ternyata banyak orang terdekatnya yang menjadi target penipuan serupa.
"Kita tidak bisa lagi percaya dengan ungkapan melihat adalah mempercayai atau 'Saya mendengarnya dengan telinga saya sendiri,'" kata DeStefano. Tidak ada batasan untuk kejahatan yang bisa terwujud karena AI," sambungnya.
Walaupun mengalami trauma yang mendalam akibat AI, DeStefanos mengaku tetap optimis melihat potensi perkembangan model AI yang diregulasi
"Apa yang terjadi pada saya dan putri saya adalah sisi tragis dari AI, tapi harapannya ada juga kemajuan dalam cara AI meningkatkan kehidupan," pungkasnya.
Simak Video "Tipu Warga Janjikan Pekerjaan, Jaksa Gadungan Dibekuk Kejari Purwakarta"
[Gambas:Video 20detik]
(vmp/afr)