Ilmuwan Jepang Temukan Cara Deteksi Gempa 10 Detik Sebelum Terjadi

Bencana alam, termasuk gempa bumi, pada dasarnya tak bisa diprediksi karena terjadi di luar kuasa kita. Namun, bukan berarti manusia berpasrah diri. Kita tetap berupaya mencoba mengatasi bencana alam dengan terus belajar dari peristiwa yang sudah terjadi.
Salah satu bentuk upaya manusia dalam menghadapi bencana alam, khususnya gempa bumi adalah dengan alat deteksi gempa dan alat deteksi tsunami.
Nah, bicara tentang alat deteksi dan peringatan gempa bumi, Jepang boleh dibilang juaranya dari semua negara di dunia. Berada di wilayah rawan gempa, Jepang berulang kali mengalami bencana gempa bumi. Beberapa di antaranya bahkan sangat dahsyat.
Menyadari bahwa teknologi untuk memperingatkan masyarakat bisa menyelamatkan ratusan hingga ribuan nyawa, para peneliti di Earthquake Research Institute (ERI) Universitas Tokyo menemukan teknik baru yang mendeteksi sinyal gravitasi halus yang berjalan tepat sebelum gempa bumi terjadi.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah "Earth, Planets and Space", para peneliti menemukan informasi penting di antara sejumlah besar data seismik yang dihasilkan oleh gempa Tohoku 2011 di Jepang timur.
Penelitian ini terinspirasi ketika Profesor Shingo Watada membaca makalah dari Istituto Nazionale di Fisica Nucleare di Italia yang menyarankan gravimeter, sensor yang mengukur kekuatan gravitasi lokal, berpotensi digunakan untuk mendeteksi gempa bumi.
"Ini membuat saya berpikir, jika kita memiliki data seismik dan gravitasi yang cukup dari waktu dan tempat terjadinya gempa besar, kita bisa belajar mendeteksi gempa dengan gravimeter dan juga seismometer. Ini bisa menjadi alat penting untuk penelitian fenomena seismik di masa depan," kata Profesor Watada dikutip dari Earth.com.
Ketika gelombang seismik mentransmisikan energi melalui Bumi, kerapatan material bawah permukaan yang dilaluinya menjadi lebih padat dan mengembangkan daya tarik gravitasi yang sedikit lebih besar.
Gravitasi dihasilkan pada kecepatan cahaya, yang berarti bahwa gravimeter sensitif dapat menangkap perubahan kerapatan ini sebelum gelombang seismik tiba.
"Ini adalah pertama kalinya ada yang menunjukkan sinyal gempa pasti dengan metode seperti itu. Yang lain telah menyelidiki ide tersebut, namun tidak menemukan sinyal yang dapat diandalkan," jelas salah satu lulusan ERI, Masaya Kimura.
"Pendekatan kami unik karena memeriksa sensor yang lebih luas yang aktif selama gempa 2011. Dan kami menggunakan metode pemrosesan khusus untuk mengisolasi sinyal gravitasi yang tenang dari data yang berisik," urainya.
Para peneliti menggunakan berbagai data yang dikumpulkan dari instrumen seismik yang terletak di darat dan laut, dan mengumpulkan data dari gravimeter superkonduktor di Jepang tengah.
Analisis sinyal yang dilakukan oleh tim sangat andal sehingga menerima skor yang dikenal sebagai akurasi 7-sigma, yang berarti hanya ada kemungkinan satu banding satu triliun bahwa hasilnya salah.
Ini akan sangat berguna dalam kalibrasi instrumen masa depan yang dibuat khusus untuk mendeteksi gempa bumi. Profesor Masaki Ando dari Departemen Fisika Universitas Tokyo telah menemukan gravimeter jenis baru, yakni torsion bar antenna (TOBA), yang bertujuan menjadi alat pertama untuk keperluan deteksi semacam itu.
"SG dan seismometer tidak ideal karena sensor di dalamnya bergerak bersamaan dengan instrumen, yang hampir membatalkan sinyal halus dari gempa bumi," jelas Profesor Nobuki Kame dari ERI.
"Ini dikenal sebagai lift Einstein, atau prinsip kesetaraan. Namun, TOBA akan mengatasi masalah ini. Perangkat ini merasakan perubahan gradien gravitasi meskipun ada gerakan. Awalnya dirancang untuk mendeteksi gelombang gravitasi dari big bang, seperti gempa di luar angkasa, tetapi tujuan kami kini lebih membumi," jelasnya.
Para peneliti kemudian membayangkan jaringan instrumen TOBA yang didistribusikan ke seluruh wilayah yang aktif secara seismik. Sistem peringatan dini ini diklaim dapat memperingatkan orang 10 detik sebelum gelombang seismik pertama tiba.
Waktu 10 detik mungkin terasa sempit. Namun deteksi dan peringatan dini secepat mungkin sangat berarti dampaknya dalam upaya menyelamatkan korban bencana.