• Home
  • Berita
  • Diterpa PHK Massal, Kinerja Startup Indonesia Sedang Turun?

Diterpa PHK Massal, Kinerja Startup Indonesia Sedang Turun?

Redaksi
Dec 20, 2022
Diterpa PHK Massal,  Kinerja Startup Indonesia Sedang Turun?

Dalam beberapa waktu terakhir, kabar tak sedap datang di dunia startup, salah satunya soal kabar PHK Karyawan. Apakah ini gara-gara kinerja seluruh startup Indonesia?

Terkati hal itu, ternyata kinerja produk digital di Indonesia pada tahun 2022 sama sekali tidak menunjukkan fundamental bisnis digital yang buruk, apalagi melemahnya permintaan masyarakat.

Danrivanto Budhijanto dari Associate Profesor Hukum Teknologi Informasi Unpad memaparkan terkait intensnya rasionalisasi yang dilakukan startup anak bangsa ini sepanjang tahun ini.

"Kita harus jeli melihat, yang terjadi bukan kinerja produk digitalnya menurun, bukan startup-nya yang turun. Tapi sedang ada penyesuaian dari sisi bisnis, terutama investor itu sedang menyesuaikan kembali modal yang mereka miliki. Mereka tidak menumpuk semuanya di startup, tapi ditarik dulu untuk ditempatkan ke bidang yang tengah menguntungkan dahulu," ujar Danrivanto dalam keterangan tertulisnya.

Berdasarkan data terbaru Startup Ranking menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara di Asia Tenggara dengan jumlah startup terbanyak dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, terdapat 2.305 startup atau dua kali lipat lebih dari posisi rangking dua yakni Singapura dengan 989 perusahaan.

Selain secara kuantitas, data kualitatif dari Google, Temasek, serta Bain Company juga menunjukkan bahwa 42 % dari injeksi modal investor tersebut juga disalurkan ke perusahaan-perusahaan start up asal Indonesia.

Di sisi lain, sepanjang 2021, ada empat unicorn baru, yakni J&T Express, OnlinePajak, Ajaib, dan Xendit. Karenanya, Indonesia tercatat sedikitnya memiliki delapan unicorn, ditambah Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan OVO. Unicorn merupakan sebutan bagi startup dengan valuasi di atas USD 1 miliar.

Danrivanto melanjutkan, kebutuhan masyarakat Indonesia pada startup sudah makin meninggi atau sudah bukan lagi tren atau prestise sosial sesaat. Interaksi masyarakat yang demikian tinggi pada produk digital telah menciptakan budaya hidup baru yang teguh.

"Maka dari itu, kalau konteksnya Telkom sebagai BUMN teknologi informasi komunikasi, saya pribadi menilai produk digital itu sudah harus terus dikembangkan. Posisi direksi terkaitnya jadi sangat strategis, harus menjadi bagian dari decision maker utama di perusahaan," tutur Komisioner BRTI 2009-2019 tersebut.

Menurut dia, posisi strategi situ diperlukan karena Telkom sebagai perusahaan pelat merah, sedari dulu hingga sekarang tak sekedar dibebani menjadi mesin pencetak dividen bagi negara. Tapi simultan juga menjadi motor pembangunan perubah keadaan di masyarakat.

Situasi dan kondisi mutakhir memang membuka ruang yang luas produk digital, termasuk dari Telkom. Dengan angka penetrasi internet Asia Tenggara diperkirakan sudah mencapai 75% dari populasi kurang lebih 655 juta jiwa pada 2021 lalu, maka riset Google menyebut 7 dari 10 pengguna baru internet di kawasan ini juga bakal terus bertransaksi melalui internet, apalagi setelah pandemi usai.

Dimitri Mahayana, Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika ITB mengatakan, sekalipun peluang produk digital sangat luas, namun induk perusahaan Telkomsel ini tetap harus fokus memberikan layanan dasarnya yakni telekomunikasi dengan sebaik-baiknya.

Mengacu penelahaan dan pengalaman pribadinya, produk digital yang sukses lahir dari perusahaan privat yang demikian luwes, lincah, dan oportunis menangkap pasarnya. Sementara BUMN sebagai perusahaan negara tidak bisa seadaptif itu, sehingga diperlukan metode yang seimbang di dalamnya. Yakni menjadi perusahaan negara yang taat aturan tapi sekaligus lincah bergerak.

"Saya pribadi cenderung strateginya Telkom adalah makin fokus pada layanan dasar mereka sambil tetap touch in pada produk digital. Jangan tidak fokus layanan inti lalu shifting seluruhnya pada layanan digital karena strategi ini sangat beresiko," katanya.

back to top