• Home
  • Berita
  • Cerita Teknisi BTS Terjang Sungai-Badai Laut Demi Jaga Sinyal di Halut

Cerita Teknisi BTS Terjang Sungai-Badai Laut Demi Jaga Sinyal di Halut

Redaksi
Dec 12, 2023
Cerita Teknisi BTS Terjang Sungai-Badai Laut Demi Jaga Sinyal di Halut
Halmahera Utara -

Pemerataan jaringan di seluruh wilayah Indonesia tentunya juga disokong dengan adanya Tower Base Transceiver Station (BTS). Tower ini berfungsi untuk mengirim dan menerima sinyal radio ke perangkat komunikasi seperti ponsel, telepon rumah, dan gawai lainnya.

Pentingnya peran BTS agar konektivitas jaringan tetap aman terkendali nyatanya tidak mudah untuk terjadi. Pasalnya kehadiran BTS di tengah-tengah masyarakat berbagai wilayah biasanya menghadapi berbagai tantangan seperti cuaca.

Hal tersebut tentunya juga menjadi tantangan tersendiri bagi Teknisi Tower BTS BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) Kominfo di Halmahera Utara, Anton. Pria asal Makassar, Sulawesi Selatan itu mengaku dirinya harus menghadapi sekaligus bersahabat dengan alam untuk memastikan jaringan sinyal tetap dirasakan oleh masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Tugas teknisi) menjaga jaringan di lokasi-lokasi tower BTS ini tetap aman, tidak ada gangguan. Jadi kita harus stand by saja di lokasi penempatan masing-masing," ucap Anton saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.

Anton sendiri saat ini tinggal di Tobelo, Halmahera Utara. Kendati demikian, pria yang sudah menjadi teknisi tower BTS BAKTI ini adalah satu-satunya teknisi yang menangani sejumlah tower di Halmahera Timur dan Utara.

Diketahui, di Halmahera Utara sendiri terdapat 10 tower BTS BAKTI Kominfo yang tersebar di beberapa kecamatan. Umumnya, tower tersebut dibangun di dekat pinggir pantai.

Jarak antar lokasi dari BTS satu ke yang lainnya juga bervariasi. Lokasi tersebut juga umumnya tidak bisa ditempuh dalam waktu satu-dua jam karena akses untuk menuju lokasi harus menempuh jalur laut maupun jalur darat.

BTS Bakti Kominfo Foto: dok. Rafida Fauzia/detikcom

Untuk jalur laut, biasanya ditempuh Anton saat melakukan perbaikan ke lokasi BTS yang berada di pulau seberang dari Tobelo, contohnya adalah Pulau Doi. Itu adalah sebuah pulau yang terletak di Loloda Kepulauan, berjarak kurang lebih 63 KM dari Tobelo dan hanya bisa menggunakan kapal untuk ke sana.

"Wilayah terjauh sih rata-rata harus nyebrang laut. Kadang menggunakan perahu dari fiber atau kapal-kapal dari kayu. Rata-rata di sini lokasinya kapal-kapal kayu yang butuh 5 jam ke atas lah untuk sampai ke lokasi," cerita Anton.

Setelah melakukan perbaikan Tower BTS, tak jarang Anton juga harus berhadapan dengan badai laut saat musim ombak. Kondisi tersebut membuat ombak di laut tinggi dan tidak bisa dilalui dengan kapal. Jika sudah begitu, Anton mau tidak mau menginap di rumah warga atau perangkat desa selama beberapa hari, sampai kondisi ombak membaik.

Selain cuaca, untuk melakukan pemeriksaan atau perawatan Tower BTS ke beberapa pulau, Anton juga harus mengikuti jadwal kapal melaut. Sebab kapal-kapal dari Tobelo yang mengantarnya tidak setiap hari ada.

Contohnya saja ke Pulau Doi. Untuk sampai ke pulau ini, hanya ada 2 kapal yang beroperasi dalam satu minggu. Maka tak jarang, Anton harus menginap di rumah warga kalau memang pekerjaannya belum selesai atau terhalang ombak.

Tantangan cuaca juga dihadapi Anton tidak hanya saat harus mengecek kondisi tower BTS di kepulauan saja. Nyatanya, di darat pun ia harus berhadapan dengan jalan yang rusak dan banjir.

"Di sini (juga) jalan daratnya kan masih banyak yang belum bagus. Banyak sungainya belum ada jembatan. Kadang banjir kita nggak bisa lewat," sambungnya.

Dalam proses perbaikan tower BTS, Anton tidak bisa langsung turun ke lapangan. Biasanya ia akan mendapatkan arahan dari pusat terlebih dahulu.

BTS Bakti Kominfo Foto: dok. Rafida Fauzia/detikcom

"Kalau ada tiba-tiba trouble atau gangguan, itu sudah ada monitoringnya di tower. Kita biasanya sudah dapat aratah dari atasan pusat. Setelah itu kita bisa koordinasi dengan pekerja lapangan seperti penjaga towernya itu. Kalau penjaga towenya tidak bisa dihubungi, bisanya langsung ke lokasi," jelas Anton.

Menurutnya, hal yang paling utama menjadi penyebab bermasalahnya tower BTS adalah perangkat dan cuaca. Semakin tua perangkat yang digunakan, maka perangkat tersebut perlahan kehilangan kemampuannya untuk mengoperasikan jaringan atau sistem yang ada di Tower BTS. Selain itu, cuaca juga menjadi satu permasalahan karena Tower BTS di Halmahera Utara banyak yang menggunakan panel surya untuk pengisian dayanya.

"Ada perangkatnya yang kerja sampai malam, ceknya sampai malam, ini kan kerjanya pakai panel surya. Jadi dia sumber penyimpanan listriknya dari baterai kan. Jadi cek sampai malam. Normal tidak sampai subuh, kan titik terendahnya itu biasanya sampai subuh," kata Anton.

Anton juga bercerita saat ini internet menjadi satu kebutuhan untuk kehidupan. Masyarakat di desa pun sering mengeluhkan padanya soal butuhnya jaringan yang bagus seperti masyarakat di kota. Jika sudah demikian, Anton hanya bisa berusaha untuk menyampaikan ke pusat sehingga harapannya bisa ada solusinya.

Karena itu, Anton berharap adanya pemerataan jaringan internet di berbagai lokasi di Indonesia. Tujuannya adalah agar pemanfaatan internet untuk mengakses informasi dan konektivitas masyarakat di berbagai wilayah terpencil bisa menjadi lebih optimal.

"Harapan saya mereka (masyarakat) punya kepuasan menggunakan layanan telekomunikasi ini. Semoga pelayanannya ditingkatkan. Dan mari sama sama kita menjaga Tower BTS ini agar komunikasi kita terjaga dan sama-sama menikmati kemudahan berkomunikasi," pungkasnya.

detikcom bersama Bakti Kominfo mengadakan program Tapal Batas mengulas perkembangan ekonomi, wisata, infrastruktur, wisata, dan teknologi di wilayah 3T setelah adanya jaringan internet di beberapa wilayah terdepan Indonesia. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!



Simak Video "Desa Segeram, Cikal Bakal Pulau Natuna."
[Gambas:Video 20detik]
(prf/ega)
back to top