• Home
  • Berita
  • BRIN Teliti Gelombang Infrasonik untuk Misi Keantariksaan

BRIN Teliti Gelombang Infrasonik untuk Misi Keantariksaan

Redaksi
Dec 16, 2023
BRIN Teliti Gelombang Infrasonik untuk Misi Keantariksaan
Jakarta -

Pernah dengar tentang gelombang infrasonik? Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang menelitinya untuk misi keantariksaan. Seperti apa?

Dijelaskan Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Antariksa BRIN Mario Batubara, gelombang infrasonik adalah gelombang bunyi yang frekuensinya di bawah gelombang suara yang tidak dapat dideteksi telinga manusia, yaitu di bawah 20 Hertz.

"Kebalikannya adalah ultrasonik, yakni gelombang suara yang frekuensinya di atas 20 Hertz. Baik infrasonik maupun ultrasonik sama-sama tidak dapat didengar oleh manusia karena di bawah dan di atas ambang batas pendengaran manusia," kata Mario saat berbicara secara live di kanal YouTube BRIN: 'Pemantauan Gelombang Infrasonik untuk Misi Keantariksaan, Jumat (15/12/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gelombang infrasonik diketahui dapat merambat dari jarak yang sangat jauh. Bahkan infrasonik dapat menembus hambatan, tanpa pengurangan besaran frekuensi yang dikeluarkan.

"Karena frekuensinya yang rendah, gelombang ini memiliki keunggulan tersendiri, yakni bisa merambat sangat jauh dari sumber lokasinya. Keunggulan ini bisa dimanfaatkan untuk mengestimasi parameter lapisan atmosfer, proses mitigasi bencana, dan aplikasi di kehidupan lainnya, misalnya untuk bidang kesehatan," kata Mario.

Sumber Gelombang Infrasonik

Gelombang suara tentu tidak akan ada tanpa sumber pembangkitnya. Disebutkan Mario, ada dua sumber gelombang infrasonik, yakni dari peristiwa alami (natural resources) dan kejadian yang disengaja oleh manusia (artificial resources).

"Contohnya natural resources umumnya dari bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa, cuaca buruk terkait aktivitas petir yang tinggi. Sedangkan yang tidak alami misalnya ledakan bom nuklir, peluncuran roket, masuknya satelit ke atmosfer Bumi juga bisa menimbulkan gelombang infrasonik," jelasnya.

Misi Keantariksaan

Mario menyebut, tahun 2023 adalah langkah awal BRIN melakukan kegiatan riset terkait gelombang infrasonik. Adapun penelitian awal gelombang infrasonik yang mereka lakukan adalah terkait keantariksaan, kebencanaan, dan kemaritiman.

"Terkait keantariksaan, di tahun 2023 kita menyiapkan sistem payload satelit untuk mendukung misi antariksa. Fokusnya mengkaji sistem pendeteksi gelombang infrasonik untuk dipasang sebagai payload satelit ke depannya, 2024 kita akan lanjutkan kegiatan di tahun 2023 ini," jelas Mario.

Ia dan timnya mengambil tiga contoh benda antariksa, yakni Bumi, Mars, dan Venus. Dari ketiga planet ini, peneliti mendapatkan informasi kesamaan parameter terkait atmosfer seperti temperatur, tekanan, dan kerapatan udaranya.

"Atmosfer yang ada di planet ini berpengaruh pada gelombang infrasonik, karena perambatan gelombang sangat bergantung pada kondisi atmosfer planet," sebutnya.

Penelitian ini, kata Mario, bertujuan menghasilkan sebuah payload satelit berbasis infrasonik, agar kita bisa melihat gelombang infrasonik yang terjadi.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Antariksa BRIN Mario Batubara. Foto: Screenshot YouTube BRIN Indonesia

Dengan demikian, peneliti bisa mengetahui kecepatan angin di atmosfer yang sangat berpengaruh pada proses mekanisme global sirkulasi di atmosfer. Informasi ini penting untuk mengetahui stabilitas dinamika atmosfer.

"Dampaknya antara lain pemanfaatan gelombang infrasonik untuk mitigasi kebencanaan. Kita operasikan di beberapa lokasi di permukaan Bumi. Selain itu, tujuan berikutnya untuk mengestimasi parameter di atmosfer yang kita sebutkan tadi, itu dari sisi pemanfaatannya," jelas Mario.

Riset Terkait Gelombang Infrasonik

Penelitian terkait gelombang infrasonik tak terbatas untuk misi keantariksaan, kebencanaan dan kemaritiman. Disebutkan Mario, riset gelombang infrasonik sangat luas, demikian pula dengan manfaat dan aplikasinya.

"Pakar elektronika, ahli komputasi numerik, saintis dan ahli di bidang geologi, seismologi, sains atmosfer, bisa terlibat dalam penelitian ini untuk mencapai goal itu," ujarnya.

Mitra potensialnya pun, menurut Mario, sangat banyak dan terbuka peluang besar, tergantung dari topik riset yang diambil. Ia mencontohkan, di bidang elektronika, dibutuhkan pengembangan perangkat yang mendukung penelitian ini.

"Kita butuh mitra yang bisa mengembangkannya secara mandiri dari sisi sensornya, karena selama ini kita gunakan dari luar (negeri). Dari pengembangan software kita juga butuh dari sisi pengoperasian sistemnya. Dari sisi pemanfaatannya, analisis datanya, melibatkan bidang seismologi, geofisika, sains atmosfer dan banyak lagi," kata Mario.



Simak Video "Penampakan Benda Diduga Meteor yang Melintas Langit Jawa"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/rns)
back to top