• Home
  • Berita
  • Aplikasi Pengganti WhatsApp Bikin Pejabat Eropa Ngamuk

Aplikasi Pengganti WhatsApp Bikin Pejabat Eropa Ngamuk

Redaksi
May 30, 2024
Aplikasi Pengganti WhatsApp Bikin Pejabat Eropa Ngamuk
Jakarta -

Jika ingin berpindah dari WhatsApp ke aplikasi alternatif, Telegram kian menjadi pilihan. Bahkan pendirinya, Pavel Durov, mengklaim jumlah pengguna Telegram akan melonjak menjadi 1 miliar. Akan tetapi, tidak semua suka dengan Telegram.

Telegram dituding menjadi senjata kunci bagi akun pro Rusia untuk menyebar disinformasi dan hoax, bertujuan untuk melemahkan dukungan pada Ukraina. Intelijen Rusia dituding merekrut orang untuk melakukannya di seluruh Eropa.

Telegram memang punya kelebihan bagi mereka, yaitu kurang teregulasi. "Disinformasi menyebar secara terbuka dan benar-benar tidak diawasi di Telegram," cetus Perdana Menteri Estonia, Kaja Kallas yang dikutip detikINET dari Yahoo Finance.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Permintaan untuk menghapus konten tertentu di Telegram sering tidak dipedulikan. "Kami tahu bahwa negara-negara Eropa lain mempunyai permasalahan yang sama," imbuhnya.

Propaganda Rusia disebar ke media sosial seperti Telegram agar dikonsumsi orang banyak. "Telegram popular di antara pihak pro Rusia dan individu yang menyebar disinformasi dalam waktu lama karena hampir tak ada moderasi konten. Aturan Telegram amat longgar," kata Daniel Milo, mantan direktur Center for Countering Hybrid Threatsdi Slowakia.

ADVERTISEMENT

Mereka pun meminta agar Telegram diatur lebih ketat di Uni Eropa. Menanggapi hal itu, juru bicara Telegram menyebut seruan untuk kekerasan dilarang di aplikasinya. Algoritma Telegram juga diklaim berbeda.

"Telegram bukan platform efektif untuk menyebar disinformasi. Tak seperti platform lain, Telegram tidak memakai algoritma untuk mempromosikan konten sensasional ke user dan mereka hanya menerima informasi yang mereka pilih dengan berlangganan," cetusnya.

Hubungan Rusia dengan Telegram sendiri sebenarnya tidak terlalu akur. Di 2018, pengadilan Rusia meminta aplikasi itu diblokir. Adapun pendirinya Pavel Durov, meninggalkan negaranya di 2014 dan kini berada di Uni Emirat Arab.

"Saya lebih suka bebas daripada menerima perintah dari siapa pun," kata Durov tentang kepergiannya dari Rusia. Dia mengklaim meninggalkan Rusia karena tak mau menerima perintah pemerintah mana pun. Ia menyebut klaim Telegram dikendalikan Rusia sebagai rumor palsu yang disebar pesaing yang mengkhawatirkan pertumbuhan Telegram.



Simak Video "Menkominfo: Telegram Tidak Kooperatif Berantas Judol"
[Gambas:Video 20detik]
(fyk/afr)
back to top