• Home
  • Berita
  • Apa Itu Teknologi 'Meredupkan' Matahari untuk Mendinginkan Bumi

Apa Itu Teknologi 'Meredupkan' Matahari untuk Mendinginkan Bumi

Redaksi
Jul 30, 2023
Apa Itu Teknologi 'Meredupkan' Matahari untuk Mendinginkan Bumi
Jakarta -

Pemerintah Amerika Serikat, bahkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), mengutarakan ketertarikan riset teknologi untuk 'meredupkan' Matahari dalam rangka menangkal perubahan iklim dan pemanasan global. Nama programnya adalah solar radiation modification (SRM).

Pendukung teknik itu mengklaim implementasinya dapat mengurangi dampak perubahan iklim yang menghancurkan, bahkan membekukan kembali kutub yang terus mencair. "SRM menawarkan kemungkinan pendinginan planet secara signifikan dalam skala waktu beberapa tahun," sebut laporan Gedung Putih.

Secara teoritis, teknik SRM dapat mendinginkan Bumi dengan memantulkan sinar Matahari kembali ke angkasa. Misalnya dengan pemompaan partikel penghalang matahari ke atmosfer bagian atas. Proses 'injeksi aerosol stratosfer' ini memakai pesawat yang menyemprotkan aerosol seperti sulfur dioksida ke stratosfer.

Kabut partikel ini akan memantulkan kembali sinar Matahari. Metodenya sudah berhasil, meski tak sengaja. Kala Gunung Pinatubo di Filipina meletus di 1991, ia melepas ribuan ton sulfur dioksida. Suhu global saat itu turun 0,5 derajat C. September 2022, peneliti di Universitas Yale berpendapat metode injeksi secara hipotetis dapat membekukan kembali kutub.

Namun laporan terbaru Program Lingkungan PBB menyimpulkan saat ini rencana itu tidak realistis. "Penerapan teknologi SRM skala besar atau tak diperlukan, layak, bijaksana, atau cukup aman, mengingat terbatasnya pemahaman ilmiah dan ketidakpastian dampak dan konsekuensi yang tak diinginkan," kata Andrea Hinwood, pejabat lingkungan PBB.

Tapi mereka tidak mengesampingkan metode tersebut sama sekali untuk menangkal perubahan iklim. Memang meski ada konsensus di antara para ahli bahwa ada kemungkinan besar partikel ini mendinginkan permukaan, efek sampingnya belum diketahui, terutama dalam skala global.

Wwal 2022, sekelompok ilmuwan meminta PBB mengawasi teknologi itu. "Dampaknya mungkin akan bervariasi di wilayah-wilayah, di saat pendinginan buatan ini akan lebih berimbas di beberapa area dibandingkan yang lain," papar mereka.

"Terdapat pula ketidakpastian tentang dampaknya pada pola cuaca regional, pertanian dan terhadap kebutuhan mendasar pada makanan dan minuman," tambah mereka.



Simak Video "Panas Ekstrem Kemungkinan Terjadi Tiap 2 hingga 5 Tahun Sekali "
[Gambas:Video 20detik]
(fyk/fyk)
back to top