Ahli Jelaskan Penyebab Banyak Bangunan Runtuh saat Gempa Turki

Dua gempa bumi hebat berkekuatan 7,8 dan 7,5 magnitudo melanda Turki selatan dan Suriah utara pada 6 Februari lalu. Gempa ini menelan korban tewas dan terluka hingga puluhan ribu orang dan lebih dari 25 ribu bangunan rusak parah.
Terlepas dari alasan gempanya yang begitu kuat, banyak yang mempertanyakan mengapa begitu masif jumlah bangunan yang runtuh. Di banyak video yang beredar, bangunan tampak begitu rapuh dan mudah hancur. Apakah murni karena kekuatan gempa, atau masalah desain dan konstruksi bangunan turut andil dalam jatuhnya lebih banyak korban jiwa?
"Ketika gelombang seismik dari gempa Bumi mendekati lokasi sebuah bangunan berada, mereka mungkin menemukan material geologis yang lebih lunak (tanah) di dekat permukaan tanah," jelas James Kaklamanos, Associate Professor of Civil Engineering di Merrimack College di Massachusetts, Amerika Serikat, dikutip dari Interesting Engineering.
"Sifat material lunak ini sering menyebabkan gelombang mengalami amplifikasi besar saat mendekati permukaan tanah, mirip dengan ketika kita mengocok semangkuk agar-agar jely," tambahnya.
Dalam desain tahan gempa, Kaklamanos menekankan bahwa efek spesifik lokasi (geologis) harus dipertimbangkan. Bangunan dapat runtuh secara dahsyat jika mereka tidak dapat menahan beban gempa dari tanah dengan tepat, seperti yang kita saksikan secara tragis di Turki dan Suriah.
"Kualitas desain dan konstruksi sangat memengaruhi kinerja bangunan saat gempa, tetapi kondisi geologis spesifik lokasi dapat memiliki pengaruh besar pada beban yang dialami setiap bangunan," katanya.
"Bangunan yang runtuh saat gempa seringkali terbuat dari material yang terlalu rapuh, seperti beton dan pasangan bata, tanpa kekuatan yang memadai," jelas Kaklamanos.
Dia menyoroti bahwa baja tulangan memberikan fleksibilitas tambahan untuk bangunan yang terbuat dari bahan ini. Pendekatan ini membuat struktur bangunan memiliki kemampuan lebih besar untuk menangani deformasi besar selama gempa.
"Banyak bangunan yang runtuh di Turki dan Suriah tampaknya terbuat dari beton bertulang, tetapi jumlah baja tulangan sepertinya tidak cukup untuk menahan beban akibat gempa," katanya.
"Kegagalan seperti itu seringkali merupakan kombinasi dari penyediaan kapasitas struktural yang tidak memadai dan meremehkan potensi bahaya seismik (gerakan tanah gempa) di suatu lokasi," tegasnya.
Anastasios Sextos, profesor teknik gempa di University of Bristol di Inggris, menyebutkan bahwa kerusakan struktur yang cukup parah merupakan akibat dari kerapuhan struktur dan intensitas gempa.
Sextos mengklarifikasi bahwa di beberapa lokasi, intensitas gempa secara signifikan lebih tinggi daripada level yang dimasukkan dalam desain struktural.
"Sayangnya, meskipun kode seismik Turki sudah maju dan terkini, bangunan yang dibangun sebelum tahun 2000 serta yang lebih baru, yang peraturan desainnya belum diterapkan sebagaimana mestinya, tidak mampu menahan gaya gempa yang signifikan," jelas Sextos.
Ia menekankan bahwa oleh karena itu, sangat penting untuk memperkuat bangunan di bawah standar serta menegakkan kepatuhan terhadap aturan yang baru untuk meminimalkan korban jiwa jika terjadi gempa dahsyat lagi.