Perjuangan UMKM dan Jeratan Google Play Store

Indonesia adalah negara archipelago terbesar di dunia dengan profil demografi menjanjikan, memiliki populasi tertinggi di Asia Tenggara dan ke-empat tertinggi di dunia dengan total penduduk 277 juta jiwa dan meningkatnya kelas menengah menjadi mesin pertumbuhan ekonominya.
Pada September 2022, Presiden Jokowi menyebutkan bahwa walaupun ekonomi global sedang krisis dan penjualan ikut morat-marit, UMKM masih punya harapan. Ekonomi digital Indonesia sedang naik dan menjadi tertinggi di Asia Tenggara.
Google memproyeksikan potensi ekonomi digital Indonesia pada tahun 2025 akan tumbuh mencapai US$140, terbesar di Asia Tenggara.
Ekonomi digital memang menjadi ujung tombak perkembangan ekonomi namun di balik itu, bisnis digital berpotensi untuk melakukan persaingan usaha tidak sehat seperti penyalahgunaan posisi dominan, praktek monopoli, penjualan bersyarat, praktek diskriminasi, distribusi aplikasi secara digital.
Perdagangan online di Indonesia termasuk baru, namun pandemi COVID-19 telah mengubah dan mempercepat perpindahan dari dunia fisik ke digital dan terus bertransformasi. Inovasi pengembangan usaha transportasi berbasis online terus berlanjut, ada yang memberi inspirasi membangun manfaat seperti Difa Bike, suatu kelompok pemberdayaan di Yogyakarta yang mempunyai misi memberi ruang bagi difabel untuk berkarya.
Transportasi aksesibel untuk difabel ini dapat didownload di Google Play Store. Tantangan terbesar yang dihadapinya adalah permodalan, banyaknya pemain transportasi online yang perang harga, masih kurangnya produk kendaraan yang ramah untuk difabel.
Oleh sebab itu negara harus hadir, menerbitkan kebijakan yang tepat untuk membentuk rantai nilai dan ekosistem kemitraan, bagaimana menggerakkan dan mendorong peran pelaku usaha besar agar membantu para UMKM serta peran para pemangku kepentingan dalam membentuk rantai nilai dan ekosistem yang melibatkan UMKM di tengah sengitnya persaingan.
Dipaksa Google
Per 1 Juni 2022, Google menerapkan kebijakan yang mewajibkan para penyedia layanan dan produk via aplikasi di Google Play Store menggunakan metode pembayaran Google Pay Billing untuk memfasilitasi transaksi di dalam aplikasi (in-app purchase) dan membebankan biaya 15% hingga 30% dari transaksi yang terjadi.
Sebelumnya, pelaku usaha bisa menggunakan layanan gerbang pembayaran (payment gateway) alternatif, seperti yang disediakan Midtrans, Xendit, dan Doku.
Walaupun kini Google memberikan opsi pembayaran di luar ekosistemnya tetap saja mereka menarik biaya tambahan di setiap transaksi, yang mana pada akhirnya pelaku usaha yang menggunakan payment gateway lain malah membayar lebih banyak karena harus membayar ke dua pihak yaitu Google dan payment gateway alternatif.
KPPU menduga Google telah melakukan penyalahgunaan posisi dominannya dalam sistem digitalnya, penjualan bersyarat, praktik diskriminasi dalam distribusi aplikasi secara digital di Indonesia.
Keputusan tersebut dihasilkan pada Rapat Komisi KPPU tanggal 14 September 2022 dalam menindaklanjuti hasil penelitian inisiatif yang dilakukan sekretariat KPPU.
Dari penelitian, KPPU menemukan bahwa Google Play Store merupakan platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93%. Terdapat beberapa platform lain yang turut mendistribusikan aplikasi (GalaxyStore, MiStore atau Huawei App Gallery), namun bukan merupakan substitusi sempurna dari Google Play Store.
Bagi pengembang atau developer aplikasi, Google Play Store sulit disubstitusi karena mayoritas pengguna akhir atau konsumen di Indonesia mengunduh aplikasinya menggunakan Google Play Store.