Peluang di Balik Jutaan Rumah Kosong Melompong di Jepang

Jutaan rumah kosong dan terbengkalai bertebaran di Jepang, khususnya di area pedesaan. Kabar baiknya, ada sebagian yang berminat tinggal di sana untuk peluang hidup lebih damai dan tenteram. Salah satunya pasangan Reiko Ishimoto dan Allen Lindskoog, yang lelah bekerja di Tokyo.
"Saya lelah bekerja di kota sampai jam 10 atau 11 dan naik kereta yang sibuk setiap hari," kata Ishimoto kepada Al Jazeera dan dikutip detikINET. "Saya suka alam, jadi saya pikir itu ide yang bagus untuk memiliki rumah di tengah pegunungan."
"Bedanya seperti siang dan malam. Anda mulai menyadari, tinggal di kota itu tidak alami," cetus Lindskoog, yang tinggal di New York sebelum pindah ke Tokyo.
Pasangan itu termasuk di antara pembeli yang semakin banyak, sebagian warga negara asing, membeli rumah terlantar atau akiya di pedesaan Jepang. Kecenderungan ini bertepatan dengan Jepang menghadapi penurunan populasi parah. Jumlah orang Jepang diproyeksi menyusut dari lebih dari 125 juta orang saat inijadi 87 juta dalam 50 tahun.
Populasi yang menyusut di daerah pedesaan ditambah dengan eksodus ke kota-kota besar telah meninggalkan banyak "desa hantu" yang tersebar di seluruh Jepang. Rumah kosong semacam itu kadang dijuluki 'rumah penyihir', di mana kurang dari 1 dari 10 orang di Jepang tinggal di luar kota.
"Banyak sekali rumah kosong, terlebih orang-orang tidak mau tinggal di desa yang di sekitarnya ada rumah hantu itu," kata Chris McMorran, akademisi studi Jepang di National University of Singapore.
"Ada penolakan untuk tinggal di pedesaan karena kurangnya akses ke fasilitas seperti rumah sakit dan toko serba ada," tambahnya. Survei dari pemerintah Jepang beberapa tahun silam, ada sekitar 8,5 juta rumah kosong di Negeri Sakura. Bahkan ada yang memperkirakan jumlahnya 11 juta
Bulan Januari silam, pemerintahan Perdana Menteri Fumio Kishida meluncurkan program revitalisasi area pedesaan. Keluarga diiming-imingi uang 1 juta yen per anak jika mereka mau pindah ke desa.
Setelah menjelajahi database resmi rumah-rumah yang ditinggalkan, Ishimoto dan Lindskoog menemukan sebuah properti di Nirasaki, sebuah kota kecil yang terletak sekitar 130 km sebelah barat Tokyo, yang dibangun sekitar 80 tahun lalu.
Walau rumah itu kekurangan fasilitas dasar, pasangan itu melihat potensinya setelah beberapa kunjungan. "Kondisi bagian dalam rumah sangat bagus. Hampir siap untuk ditinggali, meski telah ditinggalkan selama 20 tahun," kata Ishimoto.
Ishimoto dan Lindskoog membeli properti tersebut dengan harga kurang dari 10 juta yen (USD 70.000) pada Agustus 2022. Murah mengingat ukuran dan luasnya. Sejauh ini, mereka telah menghabiskan sekitar USD 15.000 untuk renovasi.
Simak Video "Kehadiran WNA Bantu Menutupi Krisis Populasi di Jepang"
[Gambas:Video 20detik]
(fyk/agt)