• Home
  • Berita
  • Makhluk Mati Jutaan Tahun Bisa Sebabkan Gempa Besar

Makhluk Mati Jutaan Tahun Bisa Sebabkan Gempa Besar

Redaksi
Oct 13, 2022
Makhluk Mati Jutaan Tahun Bisa Sebabkan Gempa Besar

Para peneliti di Selandia Baru menemukan faktor menarik yang dapat mempengaruhi skala gempa Bumi destruktif berikutnya di zona subduksi Hikurangi, yaitu fosil organisme laut kecil yang hidup puluhan juta tahun yang lalu.

Zona subduksi Hikurangi adalah patahan batas lempeng terbesar di Selandia Baru, membentang di lepas pantai timur pulau utara, tempat dua lempeng bertemu. Di sinilah Lempeng Pasifik menyelam di bawah Lempeng Australia.

Wilayah ini dapat menghasilkan gempa Bumi besar, dengan peristiwa yang lebih kuat dari 8 magnitudo yang diperkirakan mungkin terjadi. Diperlukan penyelidikan lebih dekat terhadap zona tersebut untuk memprediksi gempa Bumi secara akurat, tetapi lokasi dan kedalaman lepas pantainya membuat sulit untuk dipelajari.

Dalam studi terbaru, tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Carolyn Boulton dari Te Herenga Waka-Victoria University of Wellington menyelidiki tebing berbatu di patahan Hungaroa, yang terletak di tepi zona subduksi Hikurangi.

Lapisan batu kapur, batu lumpur, dan batu lanau di tebing dekat Tora, sekitar 35 km sebelah tenggara Martinborough, memberikan indikasi yang tepat tentang apa yang terjadi di zona subduksi lepas pantai. Batuan seperti yang ada di tebing diendapkan di dasar laut antara 35 dan 65 juta tahun yang lalu.

Para peneliti menemukan sejumlah besar kalsit di bebatuan ini. Kalsit adalah mineral karbonat umum yang dalam hal ini, berasal dari organisme laut purba bersel tunggal, terutama foraminifera, seperti plankton.

Kalsit yang diendapkan dari organisme laut kecil yang telah lama mati dapat mempengaruhi bagaimana dua lempeng tektonik besar berinteraksi secara mekanis.

Jika kalsit dapat larut dalam jumlah yang cukup tinggi, hal ini dapat melemahkan patahan, memungkinkan dua lempeng tektonik meluncur dengan mudah tanpa memicu gempa Bumi yang nyata di permukaan.

Namun jika tidak larut, garis patahan dapat mengunci dan menyimpan energi yang pada akhirnya dapat dilepaskan sebagai gempa yang lebih besar.

"Kalsit larut lebih cepat ketika sangat tertekan dan ketika suhu lebih dingin," kata Dr. Carolyn Boulton, penulis utama studi tersebut, dikutip dari Interesting Engineering.

"Ini lebih mudah larut pada suhu rendah, misalnya suhu ruang kamar. Tapi semakin sulit untuk larut saat suhu naik, katakanlah jauh lebih dalam di Bumi," sambungngnya.

Di zona subduksi, suhu meningkat lebih lambat daripada di darat hanya sekitar 10 derajat celcius per km. Jadi, patahannya sangat sensitif terhadap apa yang dilakukan oleh kalsit, cangkang organisme laut tua yang sudah mati.

"Jumlah dan perilaku kalsit dari organisme ini adalah bagian besar dari teka-teki seberapa besar gempa berikutnya," ujarnya.

Zona subduksi Hikurangi masih menyimpan banyak misteri untuk diungkap oleh para ilmuwan. Masih belum jelas bagaimana pengaruh kalsit sebenarnya berperan di dunia nyata. Dan sayangnya, sulit untuk memeriksa zona subduksi yang sebenarnya tanpa peralatan pengeboran yang rumit.

"Yang benar-benar ingin kami ketahui adalah: apakah ada peristiwa slow-slip di luar sana yang belum kami deteksi? Apakah bebatuan bergerak tanpa gempa, atau benar-benar terkunci? Itu akan membantu memberi tahu kita apa yang mungkin terjadi pada gempa berikutnya," kata Boulton.

back to top