• Home
  • Berita
  • Kutu Air Bisa Serap Polusi, Emang Boleh Seberguna Itu?

Kutu Air Bisa Serap Polusi, Emang Boleh Seberguna Itu?

Redaksi
Oct 06, 2023
Kutu Air Bisa Serap Polusi, Emang Boleh Seberguna Itu?
Jakarta -

Hewan kutu air -bukan yang nama penyakit kulit- rupanya punya manfaat hebat. Hewan ini bisa menyerap bahan pencemar.

"Aku mengalami momen Aha! Dan berpikir 'Sebentar, mereka bisa menyerap bahan-bahan kimia'," ujar Luisa Orsini, profesor lingkungan dari Universitas Birmingham sekaligus anggota penulis penelitian yang terbit di Jurnal Science of the Total Environment.

Hewan ini berasal dari genus Daphnia dan merupakan salah satu dari 450 spesies lebih krustasea (udang-udangan). Ukuran mereka sangat kecil yang menyaring pakan, ganggang, menelan partikel kecil detritus, dan bakteri yang dilewatinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ilmuwan melalui beberapa tahapan penelitian dalam menjadikan kutu air ini sebagai penyaring air limbah.

Pertama, ilmuwan memilih empat tipe kutu air yang mengonsumsi beberapa polutan bahaya seperti senyawa farmasi diklofenak, pestisida atrazin, arsenik logam berat, dan bahan kimia industri PFOS.

Kedua, mereka kemudian mengkloning dan menguji susunan genetik dan keterampilan bertahan hidup kutu air tersebut.

Ketiga, pengujian pun dilakukan dengan menguji kemampuan penyerapan secara bertahap. Tahap awal dilakukan di akuarium, kemudian berlanjut ke air bervolume 100 liter, dan akhirnya ke fasilitas pengolahan limbah dengan lebih dari 2.000 liter air. Pada tahap puncak, volume air limbah ditambah menjadi 21 juta liter.

Hasilnya, kutu air tersebut berhasil menyerap 90% diklofenak, 60% arsenik, 59% atrazin, dan 50% PFOS. Kemampuan hewan ini disebutkan setara dengan sebuah mesin pembersih air limbah.

"Membuang 50% PFOS itu pencapaian yang hebat bila dibandingkan dengan apapun yang ada sekarang, karena belum ada yang bisa semanjur ini," ujar Arsini seperti yang dilansir detikINET dari The Guardian, Jumat (6/10/2023)

Kutu air ini bersifat mandiri dan dapat mengatur dirinya sendiri, mengingat mereka berkembang biak dengan cara kloning. Jadi, pertumbuhan dan penurunan populasi bergantung pada kesediaan nutrisi.

"Dengan memberikan kemampuan adaptasi yang tinggi, seharusnya mungkin bagi krustasea ini ditempatkan di bermacam-macam kebutuhan dan kondisi lingkungan," ujar Joseph R Shaw, ahli toksikologi lingkungan dari Universitas Indiana.

Diketahui bahwa pendekatan lain yang pernah ada tidak mampu menghilangkan polutan kimia yang persisten dari air limbah industri. Pada akhirnya, polutan ini berakhir di sungai, aliran air, dan sistem irigasi.

Hal ini bisa membahayakan keanekaragaman ekosistem, serta mencemari air dan makanan kita. Ditambah, cara-cara ini biasanya mahal dan menghasilkan banyak karbon.

Untuk itu, para ilmuwan pun beralih pada alternatif yang lebih alami, yaitu kutu air. Ia mampu melakukan penyaringan lebih baik sekaligus tidak meraup banyak uang dan ramah lingkungan.

*Artikel ini ditulis oleh Khalisha Fitri, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.



Simak Video "Kemenperin Duga Ada Faktor Selain Transportasi yang Sebabkan Polusi Jakarta"
[Gambas:Video 20detik]
(fay/fay)
back to top