Konten Negatif Twitter Merajalela Padahal Ada Moderasi Otomatis

Twitter di bawah kepemimpinan Elon Musk bergantung sepenuhnya pada otomatisasi dalam memoderasi konten. Namun nyatanya, konten negatif dan berbahaya di platform tersebut malah makin merajalela.
Vice President of Trust and Safety Product Twitter yang baru, Ella Irwin, menyebutkan bahwa media sosial berlogo burung itu kini menghilangkan tinjauan manual untuk konten tertentu dan mendukung pembatasan distribusi ketimbang menghapus konten tertentu secara langsung.
"Twitter juga lebih agresif membatasi hashtag dan hasil pencarian yang rawan penyalahgunaan, termasuk eksploitasi anak, terlepas dari dampak potensial penggunaan untuk hal positif dari istilah tersebut," kata Irwin dikutip dari Reuters, Senin (5/12/2022).
"Hal terbesar yang berubah adalah tim sepenuhnya diberdayakan untuk bergerak cepat dan menjadi seagresif mungkin," imbuhnya.
Pernyataan ini muncul menanggapi laporan para peneliti yang membeberkan data lonjakan konten kebencian di Twitter setelah Musk mengumumkan amnesti untuk akun yang ditangguhkan.
Twitter dihujani berbagai pertanyaan tajam terkait kemampuan dan kemauannya dalam memoderasi konten berbahaya dan ilegal, mengingat Musk memangkas setengah dari karyawan Twitter. Ia pun mengeluarkan ultimatum yang mewajibkan jam kerja lebih banyak yang mengakibatkan hilangnya lebih banyak karyawan.
Tak sampai di situ, para pengiklan yang menjadi sumber pendapatan utama Twitter pun kabur. Mereka meninggalkan platform tersebut karena khawatir akan keamanan brand.
Sementara itu, Irwin mengatakan Musk mendorong tim untuk tidak terlalu khawatir tentang bagaimana tindakannya akan memengaruhi pertumbuhan atau pendapatan pengguna.
"Ia mengatakan keamanan adalah prioritas utama perusahaan. Dia menekankan itu setiap hari, beberapa kali sehari," katanya.
Pendekatan terhadap keamanan yang dijelaskan Irwin setidaknya sebagian mencerminkan percepatan perubahan yang telah direncanakan sejak tahun lalu seputar penanganan perilaku kebencian dan pelanggaran kebijakan lainnya oleh Twitter.
Jumlah tweet berisi konten kebencian di Twitter meningkat tajam sehari sebelum Musk men-tweet pada 23 November, menurut Center for Countering Digital Hate. Tweet berisi kata-kata anti-kulit hitam meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan bulan sebelum Musk mengambil alih. Selain konten terkait kulit hitam, tweet berisi cercaan terkait gay juga naik 31%.