• Home
  • Berita
  • Hujan di Pagi Buta Akhir-akhir Ini, Pemicunya Tak Biasa

Hujan di Pagi Buta Akhir-akhir Ini, Pemicunya Tak Biasa

Redaksi
Feb 01, 2024
Hujan di Pagi Buta Akhir-akhir Ini, Pemicunya Tak Biasa
Jakarta -

Musim penghujan sudah tiba, dalam sepekan terakhir, Jabodetabek, terutama Jakarta, diguyur hujan bahkan sejak pagi buta. Apa pemicunya?

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Dr. Erma Yulihastin menjelaskan, siklus normal hujan di daratan terjadi sore hingga malam usai panas Matahari maksimum yang membentuk awan-awan konvektif. Artinya, hujan yang terjadi dini hari adalah sesuatu yang tidak biasa.

"Jadi kalau ada hujan dini hari atau dimulai dari tengah malam berarti dia tidak memenuhi teori konvensional atau teori umum dari siklus diurnal. Umumnya (dini hari) hujan itu masih di tengah laut, nah kok sudah di darat?," papar Erma dalam diskusi tentang cuaca ekstrem di Gedung BJ. Habibie, Jakarta, Rabu (31/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Dr. Erma Yulihastin. Foto: Rachmatunnisa

Ia menjelaskan, hal ini disebabkan fenomena seruak dingin dari daratan Siberia. Fenomena ini meniup awan-awan hujan dari tengah laut ke daratan.

"Seruak dingin itu kalau sampai ke wilayah kita menjadi angin utara yang sangat kuat sampai melintasi ekuator. Itu yang memperparah jadi hujan. Yang tadinya masih di laut digeser oleh angin dari utara. Pergeserannya itu menjalar, namanya propagasi. Rambatannya seperti membangun sebuah jembatan hujan dari laut ke darat itu," jelasnya.

Waspada Banjir

Selain kajian proyeksi perubahan iklim, Erma menyebutkan, kajian klimatologis terkini mengenai karakteristik hujan tahunan dan musiman di Indonesia juga diperlukan. Hal ini sebagai bentuk validasi agar indikasi perubahan iklim yang terjadi secara aktual saat ini di Indonesia dapat dipetakan dengan lebih baik, khususnya dalam hal perubahan pada pola musim dan cuaca ekstrem.

Erma mengatakan kajian mengenai indikasi perubahan hujan diurnal (siklus proses yang berulang setiap hari karena rotasi Bumi) menjadi kunci penting memahami pola cuaca ekstrem sebagai dampak dari pemanasan global.

"Pada dasarnya, pola hujan diurnal mengikuti pola umum hujan di darat yang dipengaruhi oleh angin darat-laut dan gelombang gravitasi sehingga fase kejadian hujan adalah sore hari di atas darat dan pagi hari di atas laut," ujarnya.

Namun demikian, lanjut Erma, terdapat variasi fase hujan diurnal sehingga hujan maksimum di darat terjadi pada dini hari dengan frekuensi yang signifikan (~20%) untuk wilayah di utara Jawa bagian barat termasuk wilayah Jakarta.

Hujan dini hari yang turun dengan intensitas tinggi atau ekstrem (P99th) patut diwaspadai, karena telah dibuktikan merupakan penyebab banjir besar di Jakarta pada 2007, 2013, 2014, 2020.

"Hasil kajian kami menunjukkan karakteristik utama hujan dini hari yang terjadi di utara Jawa bagian barat, yaitu: (1) hujan mengalami propagasi yang kuat dari laut menuju darat maupun sebaliknya, (2) keacakan dalam hal fase terjadinya hujan pada rentang waktu dini hari (01.00-04.00 WIB), (3) hujan dini hari memiliki keterkaitan yang kuat dengan hujan ekstrem yang memicu banjir besar di Jakarta," papar Erma.

Dalam kesempatan ini, Erma juga menjelaskan bahwa menghangatnya suhu permukaan laut akibat pemanasan global bisa memperparah kondisi cuaca karena menghasilkan kelembaban yang sangat tinggi.

"Dengan kelembaban yang sangat tinggi, hujan di laut tidak habis-habis, dan hujan tersebut kemudian ditransfer ke darat oleh angin," kata Erma.

Menurutnya, pemahamanan yang lebih baik mengenai cuaca ekstrem sangat berguna untuk meningkatkan akurasi prediksi cuaca ekstrem di wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya melakukan mitigasi dan adaptasi terhadap bencana hidrometeorologi dan perubahan iklim.



Simak Video "Hujan Meteor yang Bakal Terjadi di 2024"
[Gambas:Video 20detik]
(rns/rns)
back to top