Hore! Indonesia Akan Punya Observatorium Lagi Selain Bosscha

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan perkembangan terkini pembangunan Observatorium Nasional Timau. Fasilitas pemantau antariksa itu akan rampung di 2023.
Koordinator Stasiun Observatorium Nasional Kupang, BRIN, Abdul Rahman mengungkapkan, status pembangunan Observatorium Nasional (obnas) Timau saat ini sudah dilakukan pemasangan cermin sekunder pada 26 Juli 2023. Setelah itu, BRIN akan melakukan pemasangan cermin primer dan tersier juga di Obnas Timau tersebut.
"Instrumen utama yakni teleskop 3.8m beserta bangunannya termasuk kubah berdiameter 14m sudah terbangun sekitar 55%. Instrumen utama ini ditargetkan akan rampung dalam 2-3 bulan ke depan," ujar Abdul Rachman dikutip dari situs BRIN, Rabu (2/8/2023).
Abdul menjelaskan beroperasinya observatorium yang berada di kaki Gunung Timau, Nusa Tenggara Timur pada tahun ini akan menjadi momentum bersejarah dalam riset antariksa di Indonesia.
"Obsnas Timau ditujukan sebagai fasilitas nasional yang mewadahi riset antariksa tingkat lanjut dan di samping itu juga berperan dalam pengembangan keilmuan lintas disiplin serta berbagai aktivitas terkait lainnya," tuturnya.
Sebelumnya, Indonesia telah memiliki observatorium Bosscha di Jawa Barat. Ada perbedaan dengan observatorium Timau, yakni terkait lokasi, instrumen utamanya menjadi pembeda dari kedua fasilitas tersebut.
Adapun, pemilihan lokasi Timau dibangunnya observatorium nasional karena langitnya sangat rendah polusi cahaya dan akses ke lokasi yang relatif mudah.
Secara nasional lanjut Abdul Rachman, NTT memiliki kondisi langit yang lebih jarang mendung dibanding daerah lain di Indonesia sehingga jumlah hari dengan langit cerahnya relatif banyak di atas 65% per tahun.
"Polusi cahaya yang sangat rendah berarti langit yang lebih alami artinya lebih gelap sehingga memungkinkan diamatinya benda-benda antariksa yang lebih redup," ungkapnya.
"Pembeda lainnya yaitu, Obnas Timau dilengkapi dengan teleskop yang lebih besar sehingga bisa mengamati benda-benda langit yang jauh lebih redup dan instrumen pendukung yang lebih modern," tambah Abdul.
[Gambas:Instagram]
Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa Robertus Heru Triharjanto mengungkapkan, pembangunan Obnas Timau mempunyai arti penting, tidak hanya untuk astronom Indonesia, tapi juga secara global. Kualitas fasilitas astronomi berbasis teleskop diukur dengan berapa malam dalam satu tahun observasi tersebut bisa dilakukan dan dalam satu malam berapa jam.
"Gunung Timau adalah tempat yang bisa memberikan kesempatan clear and dark sky terbanyak di Indonesia," kata Robertus.
Robertus berharap, dengan selesainya pembangunan Obnas Timau ini akan terbentuk kelompok ilmuwan astronomi dan astrofisika yang menjadi acuan global dari Indonesia. Fasilitas observasi Antariksa yang spesial ini tidak hanya akan mengundang ilmuwan dari seluruh dunia untuk berpartisipasi dalam penelitian sains, namun juga akan menjadi salah satu tempat pengamatan benda-benda Antariksa buatan manusia.
"Terutama dan yang penting untuk diamati adalah satelit yang sudah tidak berfungsi dan bekas bagian roket yang mengorbit. Benda-benda tersebut dapat mengganggu satelit-satelit yang masih beroperasi atau bahkan peluncuran satelit dikemudian hari," pungkas Robertus.
Simak Video "Peneliti BRIN yang 'Halalkan Darah Warga Muhammadiyah' Minta Maaf"
[Gambas:Video 20detik]
(agt/agt)