Hacker Iran Serang Charlie Hebdo Gegara Kartun Ayatollah Khamenei

Microsoft mengungkap pelaku peretasan dan pencurian data pribadi pelanggan majalah Charlie Hebdo.
Menurut tim peneliti keamanan Microsoft, hacker yang dibekingi Pemerintah Iran adalah pelaku dari peretasan terhadap Charlie Hebdo. Dalam peretasan tersebut, 200 ribu pelanggan Charlie Hebdo dibocorkan data pribadinya di sebuah forum online.
Data yang dibocorkan itu berisi nama dan detail kontak. Namun dalam postingan tersebut, si hacker menyebut bakal menjual informasi yang lebih lengkap dengan harga 20 bitcoins.
Sampel data yang dibocorkan itu kemudian diverifikasi keasliannya oleh harian Prancis, Le Monde.
"Informasi ini, dicuri oleh pelaku dari Iran, bisa berbahaya untuk pelanggan majalah tersebut karena bisa menjadi target baik online ataupun fisik oleh organisasi ekstrimis," tulis peneliti keamanan Microsoft.
Majalah satir asal Prancis itu diretas pada awal Januari setelah mempublikasikan sejumlah kartun yang menggambarkan pemimpin Iran Ayatollah Khamenei secara negatif.
Karikatur tersebut bagian dari bagian dari program Charlie Hebdo yang ditujukan untuk mendukung aksi protes antipemerintahan di Iran, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Sabtu (4/2/2023).
Baik Pemerintah Iran maupun Pemerintah Prancis tidak berkomentar mengenai hal ini. Sementara itu Charlie Hebdo tak mau berkomentar atas masalah tersebut.
Saat kartun itu pertama kali dipublikasikan, Pemerintah Iran menjanjikan respon yang efektif atas kartun yang dianggap sangat menghina tersebut. Mereka bahkan memanggil perwakilan Pemerintah Prancis di Tehran serta menghentikan semua aktivitas di French Institute of Research di Iran, juga mengevaluasi ulang semua aktivitas budaya Prancis di Iran.
Aksi peretasan dan pembocoran data pribadi dari pelanggan Charlie Hebdo, menurut Microsoft, adalah bagian dari operasi yang lebih besar. Operasi ini menggunakan teknik peretasan yang identik dengan aksi peretasan hacker Iran sebelumnya.
Hacker ini juga disebut menyerang Kementerian Pertahanan AS untuk mengganggu pemilihan presiden tahun 2020 lalu.