• Home
  • Berita
  • Bjorka Hilang, Saatnya Menerka Penerapan UU PDP

Bjorka Hilang, Saatnya Menerka Penerapan UU PDP

Redaksi
Nov 01, 2022
Bjorka Hilang, Saatnya Menerka Penerapan UU PDP

Euforia menyambut lahirnya Undang-Undang Nomor 27 ahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) terlihat menggema di banyak tempat seiring menghilangnya sang hacker fenomenal Bjorka. Banyaknya kabar tentang kasus kebocoran, pencurian, atau penyalahgunaan data pribadi tampaknya makin melegitimasi kehadiran UU PDP. Ada harapan besar bahwa UU PDP dapat menjadi jembatan transformasi HAM ke dalam bentuk perlindungan data pribadi. Tetapi cita-cita ideal legislasi tidak selalu berbanding lurus dengan penerapannya, termasuk akibat materi muatan legislasi yang memungkinkan penerapan menyimpang dari ideal-ideal itu. Sejauh mengenai hak akses publik atas informasi publik, berlakunya UU PDP sepertinya dapat menjadi momok bagi cita-cita transparansi penyelenggaraan pemerintahan negara yang hendak diwujudkan melalui keterbukaan informasi publik, walaupun ini tidak mengurangi arti penting kepentingan negara untuk melindungi data pribadi. Lalu bagaimana kira-kira penerapan UU PDP di masa depan? Untuk menjawab hal itu, ada baiknya kita berkaca dari materi muatan beberapa ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan bagaimana ia diterapkan. UU PDP yang baru saja diundangkan pada tahun 2022 ini bagaimanapun berhubungan dengan sangat erat dengan UU KIP yang telah diundangkan terlebih dahulu pada tahun 2008.

Walaupun masing-masing dimaksudkan untuk melindungi kepentingan berbeda, yaitu kepentingan perlindungan data pribadi oleh UU PDP dan kepentingan untuk membuka informasi publik oleh UU KIP, keputusan untuk melindungi kepentingan pribadi pada saat yang sama juga harus mempertimbangkan kepentingan publik karena semua hukum selalu mengabdi pada utilitas publica. Tema sentral UU KIP, demikian juga UU PDP adalah klaim mengenai hakikat serta sifat hubungan antara keterbukaan informasi publik sebagai kepentingan publik dan kepentingan perlindungan data pribadi sebagai kepentingan privat. Bahwa kedua kepentingan tersebut idealnya harus sama-sama dilindungi, tetapi keputusan untuk melindungi kepentingan yang satu daripada yang lain tentunya tidak selalu mudah bahkan sangat rumit terutama dalam situasi-situasi argumentatif. Tidak semua informasi publik dapat diakses publik, tidak semua pula data pribadi dapat disembunyikan dari publik. Ini memang terdengar contradictio in terminis, tetapi fakta bahwa manusia sebagai makhluk dualis menyebabkan sah penyatuan lebih dari satu karakter dalam satu kepribadian hukum berikut akibat-akibat hukumnya. Baik dalam UU KIP maupun UU PDP, penentuan apakah suatu informasi publik benar-benar dapat diakses oleh publik, demikian juga penentuan batas-batas perlindungan data pribadi berdasarkan alasan kepentingan umum dan derivasinya, secara formal diwujudkan ke dalam apa yang oleh kedua legislasi tersebut disebut sebagai pengecualian informasi atau informasi yang dikecualikan. Jika UU KIP mengecualikan informasi publik, UU PDP mengecualikan kepentingan atas perlindungan data pribadi.

back to top